Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Dampak Fenomena Aphelion 6 Juli 2021? Ini Penjelasan Lapan

Kompas.com - 04/07/2021, 11:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena antariksa Aphelion akan terjadi pada Selasa, 6 Juli 2021 mendatang.

Aphelion tidak bisa dilihat secara langsung, karena bukan fenomena kenampakan obyek langit.

Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyebutkan, Aphelion adalah fenomena ketika Bumi berada di titik terjauh dari Matahari.

Menurut Lapan, Aphelion tahun ini akan terjadi pada 6 Juli 2021, tepatnya pada pukul 05.27 WIB atau 06.27 WITA atau 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 kilometer.

Baca juga: NASA Tawarkan Rp 502,3 Juta untuk Desain Toilet di Bulan

Lantas, apakah Aphelion berdampak pada kehidupan manusia di Bumi?

Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengatakan, Aphelion tidak berdampak langsung pada kehidupan manusia di Bumi.

Dia menyebutkan, Aphelion adalah fenomena antariksa yang biasa terjadi setiap tahun.

"Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari," kata Sungging saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/7/2021).

Baca juga: Penjelasan BMKG dan Lapan soal Hujan yang Masih Turun di Musim Kemarau

Sungging juga mengatakan, suhu dingin yang belakangan ini dirasakan bukan karena Matahari sedang berada di titik terjauh.

Menurut Sungging, suhu dingin itu lebih disebabkan oleh dinamika atmosfer yang terjadi.

"Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer," katanya lagi.

Baca juga: Indonesia Masuk 10 Negara Produsen Emas Terbesar, Berapa Banyak Emas yang Tersisa di Bumi?

Penjelasan soal suhu dingin

Sementara itu, mengutip laman Edukasi Sains Antariksa Lapan, suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau.

Lapan menjelaskan, permukaan Bumi menyerap cahaya Matahari pada siang hari, dan kemudian melepaskan panas yang diserap itu pada malam hari.

Lepasan panas itu seharusnya dipantulkan kembali oleh awan ke permukaan Bumi.

Namun, karena tutupan awan yang sedikit pada musim kemarau, maka tidak ada panas yang dipantulkan ke permukaan Bumi.

Baca juga: Saat Covid-19 Telah Menginfeksi Pendaki Gunung Everest...


Ditambah lagi, posisi Matahari saat ini berada di belahan Utara, yang menyebabkan tekanan udara di belahan Utara lebih rendah dibanding belahan Selatan.

Karena tekanan udara di Utara lebih rendah, maka udara bergerak dari arah Selatan menuju Utara.

Pada saat bersamaan, benua Australia yang berada di Selatan sedang mengalami musim dingin, sehingga angin yang bertiup ke Utara bersuhu dingin.

Menurut Lapan, dampak yang ditimbulkan dari fenomena itu adalah penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, yang terletak di selatan khatulistiwa, seperti yang saat ini terjadi.

Baca juga: Soal Cek Suhu Tubuh di Tangan, Efektifkah?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Fakta Titik Aphelion

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com