Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru TK Nyaris Bunuh Diri karena Ditagih Pinjol, Ini Standar Penagihan Menurut OJK

Kompas.com - 18/05/2021, 19:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang guru taman kanak-kanak di Kota Malang sempat berkeinginan bunuh diri akibat teror debt collector dari aplikasi pinjaman online (pinjol).

Diberitakan Kompas.com, Selasa (18/5/2021) guru perempuan berinisial S (40) itu terjerat utang pinjol hingga sekitar Rp 40 juta di 24 aplikasi berbeda.

Awalnya, S meminjam uang sebesar Rp 2.500.000 di salah satu pinjol untuk membayar kuliahnya. S kuliah sebagai syarat untuk bisa tetap mengajar di TK tempat dia bekerja.

Namun, S yang hanya berpenghasilan Rp 400.000 sebulan kesulitan melunasi pinjaman awalnya.

Baca juga: 7 Jebakan Pinjaman Online Ilegal yang Harus Diwaspadai


Akhirnya, ia terpaksa meminjam di aplikasi pinjol lain, sampai akhirnya meminjam di 24 pinjol berbeda dengan nilai sekitar Rp 40 juta.

Diteror pinjol ilegal

Dari puluhan aplikasi pinjol yang digunakan S, 19 di antaranya merupakan pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kuasa hukum S, Slamet Yuono dari Kantor Hukum 99 dan Rekan, mengatakan, model penagihan dari 19 pinjol ilegal itu membuat kondisi psikologis S terganggu, hingga terlintas keinginan untuk mengakhiri hidupnya.

"Dari lima yang legal ini katakanlah penagihannya masih standar, tidak terlalu menyakitkan hati atau menakutkan. Tetapi, dari 19 pinjol ilegal ini yang menagihnya dengan bahasa-bahasa yang menyakitkan, bahkan sampai ke nyawa," kata Slamet. 

Slamet mengatakan, kliennya berada di titik terendah dan sempat berkeinginan untuk bunuh diri setelah diteror oleh sejumlah debt collector sekitar November 2020.

S lantas kembali optimistis menghadapi kasusnya setelah mendapat dukungan dari orang di sekitarnya dan mendapatkan bantuan hukum.

Baca juga: Hati-hati, Ini Cara Mengecek Web Pencuri Data Berkedok Pinjaman Online

Standar penagihan menurut OJK

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) dari OJK Tongam L Tobing mengatakan, penagihan yang dilakukan oleh pinjol legal wajib dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Dia mengatakan, ketentuan penagihan untuk pinjol legal selalu diawasi oleh OJK dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

"Masyarakat yang merasa dirugikan oleh pinjol legal dapat mengadu ke OJK atau Asosiasi," kata Tongam saat dihubungi Kompas.com, Selasa (18/5/2021).

Laporan dapat disampaikan melalui Kontak OJK 157 atau mengirim e-mail ke konsumen@ojk.go.id dan kepada AFPI

Tongam menyebutkan, perlindungan masyarakat menjadi hal yang utama bagi nasabah pinjol legal.

Selain itu, berbeda dengan aplikasi pinjol ilegal, pinjol yang legal dan terdaftar di OJK tidak dapat mengakses kontak atau data yang ada di handphone pengguna.

"Hanya diperbolehkan akses ke kamera, lokasi, dan suara," ujar Tongam.

Bahaya pinjol ilegal

Tongam mengatakan, hal pertama yang harus dilakukan sebelum mengajukan pinjaman online adalah mengecek legalitas lembaga tempat meminjam, agar tidak terjebak jeratan pinjaman online ilegal.

"Jangan coba-coba akses ke pinjol ilegal, sangat berbahaya dan masyarakat akan mengalami kerugian besar," kata Tongam.

Tongam menyebutkan, secara materil, mengajukan pinjaman ke pinjol ilegal membawa sejumlah kerugian, seperti fee besar, bunga tinggi, denda besar, jangka waktu singkat, dan risiko data pribadi disebarluaskan.

Kemudian dari segi immateril, kerugian yang didapat dari mengakses pinjol ilegal, yakni pada saat jatuh tempo penagihan pengguna bisa menerima teror, intimidasi dan bahkan pelecehan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com