KOMPAS.com - Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi sosok yang fenomenal setelah memperjuangkan hak-hak perempuan.
Salah satu kisahnya yang terkenal adalah saat dia menulis surat-surat kepada para sahabatnya kemudian kumpulan surat tersebut di kemudian hari dibukukan.
Hari lahir RA Kartini ditetapkan menjadi hari besar Nasional oleh Presiden Soekarno melalui surat No.108 Tahun 1964 tertanggal 2 Mei 1964.
Dari Kepres tersebut, setiap 21 April diperingati sebagai Hari Kartini.
Baca juga: Mengenal Raden Ajeng Kartini, Sosok, dan Perjalanan Hidupnya...
Lantas, seperti apa isi buku Habis Gelap Terbitlah Terang?
Melansir Kompas.com, 21 April 2020, kumpulan surat-surat Kartini yang kemudian dibukukan pertama kali diterbitkan pada 1911.
Buku itu disusun oleh JH Abendanon, salah seorang sahabat pena Kartini yang saat ini menjabat sebagai menteri (direktur) kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia Belanda.
Melansir Harian Kompas, 21 April 2008, dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, akan dijumpai kata-kata nasionalisme, demokrasi, negara, bangsa, kemerdekaan, hingga kesadaran nasional.
Baca juga: Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Mengutip Kompas.com, 14 November 2020, Habis Gelap Terbitlah Terang beredar luas di golongan elit cendekiawan Indonesia.
Buku tersebut berisi tentang arsip surat-menyurat antara Kartini dengan sahabat penanya yang berkewarganegaraan Belanda.
Dalam surat-suratnya, Kartini menuliskan gagasannya tentang kekangan sistem feodal dan kolonial yang menghambat kemajuan bangsa pribumi Indonesia.
Selain itu, Kartini juga mencantumkan gagasannya tentang bagaimana seharusnya peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gagasan itulah yang nantinya menjadi asal usul dari emansipasi wanita.
Baca juga: Mengenang Pertempuran Surabaya, Cikal Bakal Peringatan Hari Pahlawan
Diberitakan Kompas.com, 19 April 2013, surat pertama Kartini tertanggal 25 Mei 1899 dan ditujukan untuk Estella H. Zeehandelaar.
Dia mengirim surat ke banyak sahabatnya.
Selain Estella, Kartini juga mengirim ke Nyonya Ovink-Soer, Nyonya RM Abendanon-Mandri, Tuan Prof Dr GK Anton dan Nyonya, Hilda G de Booij, dan Nyonya van Kol.
Baca juga: 23 April Hari Buku Sedunia, Bagaimana Sejarahnya?
Surat terakhir Kartini tertuju untuk Nyonya Abendanon-Mandri tertanggal 7 September 1904.
Tentang bukunya, buku itu dicetak sebanyak 5 kali.
Pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Teks tertulis yang ada dalam buku ini berupa 106 surat Kartini kepada para sahabatnya.
Baca juga: Tak Sembarangan, Ini Syarat Seseorang Bisa Dimakamkan di TMP Kalibata
Berikut rinciannya:
Adapun bahasa yang digunakan adalah Bahasa Melayu.
Baca juga: Kisah Pengambilan Jasad 7 Pahlawan Revolusi di Sumur Lubang Buaya
Pada 1922, Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang disajikan dalam bahasa Melayu oleh Empat Saudara dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku itu diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Salah seorang pelopor Pujangga Baru, Armijn Pane, tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
Pada 1938, buku diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dari buku terjemahan.
Baca juga: Pembuatan Duplikat Buku Nikah Gratis, Bagaimana Prosedurnya?
Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali.
Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan Sunda.
"Habis Gelap Terbitlah Terang", Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya.
Selain itu surat-surat Kartini yang berbahasa Inggris pernah diterjemahkan oleh Agnes L
Symmers.
Baca juga: Viral Bikin Duplikat Buku Nikah Diminta Bayar Rp 250.000, Ini Cerita Lengkapnya
Dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1991) karya Ajip Rasidi, buku Habis Gelap Terbitlah Terang mampu menumbuhkan semangat perjuangan kebangsaan pemuda Indonesia.
Buku ini menjadi bacaan anggota Perhimpunan Indonesia dan Budi Utomo yang menjadi organisasi perlawanan kolonialisme di Indonesia.
Buku itu memperoleh respons positif dari masyarakat dan mendapat dukungan di Belanda. Bahkan dibentuk Yayasan Kartini pada tahun 1916.
Yayasan itu kemudian mendirikan sekolah perempuan di beberapa daerah Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang hingga Cirebon.
(Sumber: Kompas.com/Gama Prabowo, Mela Arnani, Ari Welianto | Editor: Serafica Gischa, Virdita Rizki Ratriani, Dini, Nibras Nada Nailufar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.