Kemudian, terlintas ide untuk mengembangkan vaksin Covid-19 menggunakan sel dendritik tersebut.
Terawan meyakini, vaksin nusantara tersebut sangat aman karena bersifat individual.
Jika disuntik Vaksin Nusantara, pasien hanya menerima suntikan vaksin yang berasal dari sel darahnya sendiri dan bukan orang lain.
Lebih lanjut, kata Terawan, saat ini vaksin nusantara dikembangkan oleh RSUP Kariadi Semarang bersama dengan Universitas Diponegoro.
Diberitakan Kompas.com, 21 Februari 2021, sejumlah ahli mempertanyakan kehadiran Vaksin Nusantara.
Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, Vaksin Nusantara sebaiknya tidak didanai oleh pemerintah.
Selain itu, Pandu meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberhentikan perizinannya jika ada aturan yang tidak sesuai.
Senada dengan Pandu, Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog, Ines Atmosukarto menyebutkan, Vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.
Menurut Ines, ada prosedur yang harus dilewati, yakni mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, Vaksin Nusantara masih berada dalam tahap penelitian.
Dilansir dar Kompas.com, 19 Februari 2021, walau masih dalam tahap penelitian, Kemenkes mendukung penuh pengembangan vaksin ini.
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) memutuskan mengundurkan diri dari tim penelitian karena tak kunjung mendapat kabar soal kelanjutan Vaksin Nusantara.
Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan dr Yodi Mahendradhata menyebut, pihaknya sudah mengirim surat pengunduran diri ke Kemenkes.
Dilansir Kompas.com, 8 Maret 2021, Yodi menyebutkan, pihaknya sebenarnya belum terlibat sama sekali dalam penggarapan vaksin Nusantara.
Pada 10 Maret 2021, Kepala BPOM Penny Lukito menyebutkan, penelitian Vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah medis.