Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Riwayat Vaksin Nusantara, Digagas Terawan hingga Dianggap BPOM Tak Sesuai Kaidah Medis

Vaksin Nusantara digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Sejumlah ahli memberikan komentar atas proses uji Vaksin Nusantara, terutama soal transparan dan paparan data pengujiannya.

Perkembangan terakhir, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, Vaksin Nusantara tidak memenuhi kaidah medis.

Berikut riwayat perjalanan Vaksin Nusantara...

Mengenal Vaksin Nusantara

Diberitakan Kompas.com, 17 Februari 2021, Vaksin Nusantara disebut menggunakan pendekatan sel dendritik, dan tidak memasukkan virus corona nonaktif ke tubuh penerima.

Tim Peneliti Vaksin Nusantara FK Undip/RSUP dr Kariadi, Yetty Movieta Nency mengatakan, vaksin ini dibuat melalui sejumlah tahap.

Pertama, dengan mengambil darah dari tubuh seorang subjek atau pasien.

Selanjutnya, darah itu akan dibawa ke laboratorium untuk dipisahkan antara sel darah putih dan sel dendritik (sel pertahanan, bagian dari sel darah putih).

Sel dendritik ini akan dipertemukan dengan rekombinan antigen di laboratorium sehingga memiliki kemampuan untuk mengenali virus penyebab Covid-19 SARS-CoV-2.

Setelah sel berhasil dikenalkan dengan virus corona, maka sel dendritik akan kembali diambil untuk disuntikkan ke dalam tubuh subyek atau pasien (yang sama) dalam bentuk vaksin.

Dengan ini, pasien diharapkan memiliki kekebalan atau antibodi yang baik dalam melawan virus corona.

Dari proses pengambilan darah, laboratorium, hingga akhirnya menjadi vaksin yang siap disuntikkan, Yetty menyebutkan diperlukan waktu satu minggu.

Diprakarsai mantan Menkes Terawan

Vaksin Nusantara digagasoleh mantan Menkes, Terawan Agus Putranto dengan menggunakan sel dendritik.

Alasan Terawan melakukan hal itu karena dia pernah mengembangkan sel dendritik tersebut sejak di RSPAD Gatot Subroto pada 2015.

Kemudian, terlintas ide untuk mengembangkan vaksin Covid-19 menggunakan sel dendritik tersebut.

Terawan meyakini, vaksin nusantara tersebut sangat aman karena bersifat individual.

Jika disuntik Vaksin Nusantara, pasien hanya menerima suntikan vaksin yang berasal dari sel darahnya sendiri dan bukan orang lain.

Lebih lanjut, kata Terawan, saat ini vaksin nusantara dikembangkan oleh RSUP Kariadi Semarang bersama dengan Universitas Diponegoro.

Diminta dihentikan

Diberitakan Kompas.com, 21 Februari 2021, sejumlah ahli mempertanyakan kehadiran Vaksin Nusantara.

Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, Vaksin Nusantara sebaiknya tidak didanai oleh pemerintah.

Selain itu, Pandu meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberhentikan perizinannya jika ada aturan yang tidak sesuai.

Senada dengan Pandu, Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog, Ines Atmosukarto menyebutkan, Vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.

Menurut Ines, ada prosedur yang harus dilewati, yakni mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka.

Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi mengatakan, Vaksin Nusantara masih berada dalam tahap penelitian.

Dilansir dar Kompas.com, 19 Februari 2021, walau masih dalam tahap penelitian, Kemenkes mendukung penuh pengembangan vaksin ini.

Ditinggal tim dari UGM

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) memutuskan mengundurkan diri dari tim penelitian karena tak kunjung mendapat kabar soal kelanjutan Vaksin Nusantara.

Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan dr Yodi Mahendradhata menyebut, pihaknya sudah mengirim surat pengunduran diri ke Kemenkes.

Dilansir Kompas.com, 8 Maret 2021, Yodi menyebutkan, pihaknya sebenarnya belum terlibat sama sekali dalam penggarapan vaksin Nusantara.

Vaksin Nusantara tak sesuai kaidah medis

Pada 10 Maret 2021, Kepala BPOM Penny Lukito menyebutkan, penelitian Vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah medis.

Salah satu hal yang disorotinya adalah adanya perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

Padahal, kata dia, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian.

Selain itu, Penny juga menyoroti perbedaan data dari tim uji klinis Vaksin Nusantara, sementara BPOM sudah selesai meninjau hasil uji klinis I Vaksin Nusantara.

BPOM sudah menyerahkan hasil peninjauan atas uji klinis tersebut pada Kemenkes dan tim peneliti vaksin di Semarang.

Meski demikian, dia tak menjabarkan secara detail hasil tinjauan tersebut.

Penny mengatakan, BPOM belum memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) untuk uji klinis tahap dua dan tiga.

Oleh karena itu, ia menekankan, agar penelitian dan pengembangan vaksin ini dapat terlaksana sesuai standar penelitian yang berlaku.

Menanggapi pernyataan BPOM, Terawan memastikan bahwa Vaksin Nusantara aman digunakan. 

"Vaksin Covid-19 berbasis dendritik sel, yang tentunya karena sifatnya autologus, sifatnya individual, tentunya adalah sangat sangat aman," kata Terawan dalam rapat kerja Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).

(Sumber: Kompas.com (Penulis: Nicholas Ryan Aditya, Dian Erika Nugraheny, Ellyvon Pranita, Wijaya Kusuma | Editor: Diamanty Meiliana, Dani Prabowo, Icha Rastika, Bestari Kumala Dewi, Teuku Muhammad Valdy Arief)) 

https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/13/170400365/riwayat-vaksin-nusantara-digagas-terawan-hingga-dianggap-bpom-tak-sesuai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke