Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Peran Tenaga Kesehatan sebagai Promotor Vaksinasi Covid-19

Kompas.com - 10/03/2021, 17:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: dr Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC

SEJAK mulai dicanangkan rencana program vaksinasi Covid-19 di Indonesia, masyarakat menerima beragam informasi dari media. Secercah harapan untuk menyudahi pandemi, namun tak ayal publik juga merespons dengan berbagai keraguan dan kekhawatiran.

Polemik baru mencuat, pro-kontra seputar vaksin ikut menambah kegusaran massa, menyusul krisis kepercayaan terhadap kabar simpang siur di awal pandemi terkait kebijakan pembatasan sosial yang dianggap kurang serius, data kasus yang tidak sesuai fakta, prosedur penanganan kasus dan pelacakan yang membingungkan, informasi obat medis maupun herbal yang banyak ditunggangi hoaks, dan puncaknya kasus korupsi bansos untuk keluarga penyintas.

Hingga pantauan setelah hampir satu bulan pencanangan vaksinasi perdana, pada akhir minggu pertama Maret 2021 sekitar 0,4 persen penduduk atau 1,1 juta sasaran tahap I (tenaga kesehatan) dan tahap II (petugas publik dan lansia) dilaporkan telah memperoleh vaksinasi lengkap dua dosis.

Perolehan ini masih jauh dari perhitungan untuk percepatan penanggulangan pandemi sesegera mungkin dengan mencapai kekebalan komunitas (herd immunity), yang membutuhkan 70-80 persen populasi telah menerima vaksinasi.

Rekomendasi Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional menargetkan 165 juta sasaran vaksinasi dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari satu tahun.

Dalam bulan-bulan mendatang, menyusul gelombang prioritas vaksin tahap I dan II, kelompok masyarakat rentan dan lainnya akan bergiliran mendapatkan kebutuhan vaksinasi.

Persoalannya, siapkah masyarakat menerima vaksin Covid-19?

Temuan survei di awal tahun 2021 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), World Health Organization (WHO), dan United Nations Children's Fund (UNICEF) menunjukkan sekitar 30 persen responden meragukan keamanan vaksin, 22 persen tidak yakin bahwa vaksin akan efektif, dan 12 persen lainnya takut akan efek samping yang ditimbulkan.

Ini adalah cerminan bahwa edukasi vaksinasi Covid-19 masih belum berhasil meyakinkan masyarakat kita.

Di sisi lain, tingkat kasus aktif terutama di sebagian pulau Jawa masih terus bertambah, menunjukkan banyaknya warga yang membutuhkan isolasi maupun perawatan di rumah sakit rujukan. Kenaikan jumlah kasus yang fluktuatif dapat diartikan penularan masih sulit terkendali, akibat penerapan protokol kesehatan (3M) tidak disiplin.

Data mencatat tiga dari enam provinsi di pulau Jawa memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari tingkat kematian global, menggambarkan sebagian kasus positif belum mendapatkan perawatan optimal dan terlambat ditangani, akibat konfirmasi melalui tes maupun pelacakan di masyarakat (3T) tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Singkatnya, tantangan menaklukkan pandemi masih membutuhkan usaha keras dari kita semua, seluruh lapisan masyarakat.

Tenaga kesehatan tentu saja memiliki tugas lebih berat, selain menjadi ujung tombak perawatan pasien dan pelaksana vaksinasi, diharapkan lebih menggiatkan lagi promosi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran vaksinasi dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Peran sebagai edukator ini perlu diperluas tidak terbatas di ruang praktik atau fasilitas pelayanan kesehatan saja, tapi di tiap-tiap kesempatan di berbagai media.

Masyarakat menantikan edukasi melalui komunikasi yang mudah dipahami, sehingga mampu membedakan informasi yang sahih dan menepis hoaks tentang vaksin Covid-19.

Pada beberapa kesempatan, persepsi masyarakat tentang konsep vaksinasi perlu diluruskan. Misalnya terkait pengertian tentang efikasi vaksin.

Masyarakat sempat terkesan meremehkan hasil uji klinis vaksin Sinovac yang dilansir BPOM memiliki efikasi 65,3 persen dan membandingkannya dengan vaksin lain, seperti Pfizer atau Moderna.

Persyaratan WHO untuk efikasi vaksin Covid-19 adalah 50 persen, sehingga semestinya kita tidak perlu ragu lagi dengan vaksin Sinovac, jika bisa memahami bahwa efikasi 65 persen berarti setelah mendapat vaksin Sinovac, risiko terinfeksi berkurang 65 persen dibandingkan jika tidak divaksinasi.

Atau dengan kata lain, risiko terinfeksi Covid-19 pada orang yang sudah mendapat vaksin Sinovac menjadi 0,35 atau tiga kali lebih kecil dibandingkan mereka yang belum divaksin.

Seandainya masih terjadi infeksi selama masa kerja vaksin melindungi tubuh, maka reaksi atau gejala yang dialami akan jauh lebih ringan karena sudah terbentuk antibodi yang siap melawan virus.

Penjelasan dengan bahasa sederhana "risiko terinfeksi menjadi tiga kali lebih kecil, dengan gejala jauh lebih ringan jika terinfeksi setelah divaksin" akan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Sehingga selain lebih tertarik mengikut vaksinasi, sekaligus mereka akan paham bahwa masih tetap perlu menaati protokol 3M.

Saat ini sudah diketahui siapa saja yang dinyatakan aman menjadi penerima vaksin, bagaimana cara pemberiannya, apa saja langkah yang harus dilakukan agar bisa mendapatkan vaksin, termasuk kemungkinan kejadian ikutan dan hal-hal apa yang tetap wajib dipatuhi setelah dosis vaksin lengkap dua kali.

Hal-hal inilah yang sering ditanyakan, dan tenaga kesehatan telah memiliki dasar keilmuan untuk memberikan jawaban dengan interpretasi yang tepat. Semakin minim miskonsepsi, diharapkan makin mudah masyarakat mengerti tujuan vaksinasi dan bersedia berpartisipasi.

Sekarang hingga beberapa bulan ke depan, para tenaga kesehatan harus ikut berperan aktif membekali masyarakat dengan komunikasi, edukasi, dan informasi yang mudah dicerna dan tepercaya.

Semoga pandemi segera berlalu.

dr Wiyarni Pambudi, SpA, IBCLC
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com