Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Cebong, Kampret, Kadrun, Kebebasan Berpendapat Bukan Bebas Menghina

Kompas.com - 22/02/2021, 11:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada masa Orde Reformasi yang menghadirkan demokrasi muncul suatu tafsir baru. Kebebasan berpendapat ditafsirkan sebagai kebebasan menghina. Beberapa (tidak semua) pihak gemar menyebut sesama warga dengan sebutan satwa

Anjing

Misalnya ada pihak menyebut para buzzer sebagai “anjing menggonggong”. Saya setuju para pencinta satwa tidak setuju sebutan “anjing” untuk para buzzer.

Anjing adalah satwa yang sangat saya kagumi dan hormati sebagai teladan kesetiaan tanpa pamrih yang jarang ditemui pada mahluk hidup lain-lainnya. Apalagi manusia yang penuh pamrih.

Kesetiaan tanpa pamrih anjing setara kesetiaan tanpa pamrih Sukrasana yang siap berkorban segalanya untuk Bambang Sumantri.

Kesetiaan para anjing militer sangat terhormat sehingga tidak jarang pemakaman anjing militer dilakukan dengan penuh kehormatan secara resmi upacara militer.

Anjing menggonggong merupakan ungkapan kesetiaan demi melindungi Sang Majikan dari ancaman marabahaya.

Maka anjing sungguh tidak layak digunakan sebagai kata penghinaan terhadap manusia sebab moral kesetiaan anjing justru sangat layak untuk diteladani oleh manusia.

Cebong

Menurut pendapat saya cebong dan kampret juga tidak layak digunakan sebagai kata penghinaan terhadap manusia. Apalagi sebutan satwa digunakan hanya akibat paham politik pihak yang dihina berseberangan dengan paham politik pihak yang menghina.

Cebong merupakan mahluk hidup sebagai bagian hakiki dari proses metamorfosa satwa yang memegang peran penting dalam eksositem planet bumi.

Andaikata tidak ada cebong maka mata-rantai ekosistem planet bumi terputus dengan dampak yang akan meruntuhkan seluruh ekosistem planet bumi seperti runtuhnya sebuah susunan piramida kartu.

Kampret

Sama halnya dengan kampret merupakan sesosok jenis satwa yang memiliki daya-kodrati sangat menakjubkan.

Teknologi radar buatan manusia jelas terinspirasi oleh kampret yang memang memiliki daya penginderaan luar biasa sakti-mandraguna.

Kampret mampu terbang di tengah suasana gelap gulita malam hari tanpa menabrak benda apa pun akibat daya-indera yang bisa “melihat” dengan daya-tangkap suara yang unik di antara segenap jenis mahluk hidup termasuk manusia di marcapada ini.

Tokoh komik DC Batman merupakan personifikasi kampret karena memiliki daya-penginderaan kaliber super-hero seperti kampret.

Kadrun

Kadrun sebagai akronim kadal gurun merupakan mahluk hidup dengan daya survival tertangguh di planet bumi.

Kadal mampu bertahan hidup di lingkungan hidup yang paling tidak kondusif bagi mahluk hidup yaitu gurun pasir.

Maka menyebut manusia apalagi ras tertentu dengan sebutan kadrun pada hakikatnya bukan penghinaan namun pujian bagi manusia yang dianggap memiliki daya bertahan hidup di lingkungan yang sangat amat tidak ramah seperti kadal gurun.

Bapit

Maka saya sebagai warga keturunan ras tertentu yang bermata sipit juga merasa tersanjung jika disebut sebagai bapit sebagai akronim babi sipit. Mengenai istilah sipit memang kebetulan mata saya sipit.

Sementara babi adalah hewan yang sangat berguna bagi manusia sebab mulai dari daging perut sampai ke kaki bahkan kuping babi memang lezat untuk dimakan manusia.

Para pelatih hewan untuk tampil di pergelaran sirkus memuji babi sebagai hewan paling cerdas dibanding dengan sapi, kambing, kuda bahkan anjing.

Pesaing kecerdasan babi paling-paling hanya dolphin. Maka disamakan dengan binatang cerdas merupakan kehormatan bagi saya.

Justru para babi malah merasa terhina jika martabatnya direndahkan untuk setara dengan mahluk tidak cerdas seperti saya.

Namun tidak semua insan manusia tidak sensitif seperti saya. Maka sebaiknya jangan gunakan sebutan satwa bagi sesama manusia demi tidak melukai perasaan sesama manusia.

Jangan keliru menafsirkan kebebasan menyampaikan pendapat sebagai kebebasan menghina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com