Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangannya jika Sekolah Kembali Terapkan Pembelajaran Tatap Muka

Kompas.com - 20/11/2020, 19:40 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan bahwa mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021, kebijakan untuk melakukan pembelajaran tatap muka atau tidak sepenuhnya diputuskan oleh pemerintah daerah.

Peta risiko Satuan Tugas Penanganan Covid-19 nasional tidak lagi menjadi patokan untuk membuka sekolah.

Menanggapi hal ini, epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman mengingatkan, dalam situasi seperti ini, daerah tidak bisa dibiarkan mengambil keputusan sendiri yang cenderung membahayakan pengendalian pandemi Covid-19.

"Berbahaya untuk dilakukan tatap muka, akhirnya dipaksakan yang rugi bukan hanya siswa, guru, atau masyarakat daerah situ. Tapi juga secara nasional," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Ia mengatakan, jika salah langkah, pandemi akan semakin tidak terkendali dan bisa memunculkan klaster baru.

Menurut Dicky, tidak tepat jika keputusan hanya diberikan kepada sektor atau daerah. Semua sektor harus berperan.

Sektor sekolah berperan agar tak terjadi penularan di sekolah, pesantren, universitas, dan sebagainya.

"Dengan penutupan sekolah akan membantu menurunkan kurva," kata dia.

Baca juga: Sekolah Tatap Muka Diperbolehkan Lagi jika Sudah Penuhi 6 Syarat Ini

Tantangan

Dicky menyebutkan, tantangan terbesar saat sekolah tidak melakukan pembelajaran tatap muka ada pada anak.

"Tantangan terbesar tentu pada anak secara psikologis, terutama anak dan remaja. Universitas maupun sekolah harus diberikan dukungan psikologi untuk menjaga kesehatan mental anak," ujar Dicky.

Menurut Dicky, harus ada upaya inovatif dalam situasi pandemi ini sehingga bisa meminimalisasi dampak buruk atau negatif jika tidak ada pembelajaran tatap muka.

Dihubungi terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo, mengatakan, tantangan pembukaan sekolah tak hanya terkait penegakan protokol kesehatan di lingkungan sekolah.

Terpenting, pengawasan siswa saat di perjalanan yaitu berangkat dan pulang sekolah.

"Padahal, di luaran risiko penularan masih tinggi?" kata dia.

Dia juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak berbasis pada kesehatan masyarakat.

"Seharusnya pertimbangan pengaktifan kegiatan apa pun yang memungkinkan kontak antar warga, termasuk siswa sekolah, didasarkan atas kondisi epidemiologi yang menunjukkan tingkat risiko penularan Covid-19 di suatu wilayah," ujar Windhu.

Hal yang sama disampaikan pengamat pendidikan Doni Koesoema. Ia mengatakan, jika salah langkah maka ada risiko peningkatan kasus.

Menurut dia, emda harus memiliki data-data objektif tentang kasus dan kesiapan daerah. Tekanan orangtua tidak bisa menjadi alasan membuka sekolah jika suatu daerah belum aman.

Baca juga: Sekolah Kembali Dibuka, Mendikbud Larang Kegiatan Olahraga, Ekstrakurikuler hingga Kantin Beroperasi

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Macam-macam Penularan Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com