KOMPAS.com - Pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol menyita perhatian publik.
Pro dan kontra muncul seiring pembahasan aturan terkait minuman alkohol di Indonesia ini.
Pembahasan RUU terus mengalami penundaan sejak pertama kali diusulkan pada 2015. Kemudian, RUU masuk kembali dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR.
Baca juga: 15 Penyakit akibat Konsumsi Alkohol, Apa Saja?
Pengusul RUU Larangan Minol terdiri atas 21 anggota DPR, dengan 18 dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS, dan 1 orang dari Fraksi Partai Gerindra.
Salah satu pengusul, anggota DPR Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat mengonsumsi minuman beralkohol.
Menurut dia, minumal beralkohol belum diatur secara spesifik dalam Undang-Undang. Pengaturannya dalam KUHP, deliknya dinilai terlalu umum.
Baca juga: Viral Siswi SMA Negeri di Demak Diduga Pesta Miras, Ini Faktanya
Sementara itu, Illiza menilai aturan larangan minol merupakan amanah konstitusi dan agama, bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, 11 November 2020.
Sedangkan, masyarakat menyoroti terkait pelarangan minuman alkohol yang dapat berdampak terhadap mata pencaharian dan perekonomian.
Baca juga: 2 Remaja Tasikmalaya Tewas akibat Oplosan, Ini Bahaya Konsumsi Miras
Salah satunya, Ketua Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol (ADMA) Golongan A Bali, Frendy Karmana yang menyebut larangan minuman alkohol dapat memberi dampak buruk bagi daerah wisata.
Menurut dia, aturan akan berpotensi melahirkan transaksi jual beli ilegal atau pasar gelap. Sehingga, minuman alkohol akan tetap ada, tapi akan sulit dikontrol peredarannya karena dilarang.
"Dilarang tapi enggak mungkin bisa hilang yang ada black market, nanti ada pungli itu pasti. Jadi, akhirnya maksudnya barangnya tetap ada tapi malah enggak terkontrol," ujar Frendy, 13 November 2020.
Baca juga: Mengenal Hand Sanitizer LIPI, Berkadar Alkohol 65 Persen dan Dibuat Terbatas
Frendy menilai, meskipun terdapat pengecualian penggunaan alkohol untuk acara atau tempat tertentu, pengawasan di lapangan akan menyulitkan.
Ia menambahkan, yang perlu ditegaskan terkait minuman beralkohol antara lain pengawasan dalam penjualannya, yaitu hanya warga dengan usia 21 tahun ke atas yang diperbolehkan membeli.