Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan INDEF Terkait Efektivitas Program Pemulihan Ekonomi Nasional

Kompas.com - 26/10/2020, 18:03 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak pandemi virus corona terhadap perekonomian.

Salah satu langkah yang dilakukan yakni melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 23 Tahun 2020.

Mengutip informasi laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), PEN merupakan respons atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada ekonomi, khususnya sektor informal maupun UMKM.

PEN dirancang untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19, karena secara tidak langsung usaha-usaha masyarakat itu berkontribusi pada perekonomian negara.

Salah satu program yang masuk dalam PEN adalah penyaluran dana bantuan bagi masyarakat pemilik usaha UMKM sebesar Rp 2,4 juta.

Baca juga: Satgas PEN: Bergerak Bersama, Jangan Buang Waktu Pertentangkan Covid-19

Melihat realisasi program PEN di lapangan dalam beberapa bulan terakir, Institute for Development of Economics and Financial (INDEF) memberikan catatannya terkait efektivitas PEN.

Hal ini disampaikan oleh peneliti Indef, Bhima Yudistira, saat dihubungi Kompas.com pada Senin (26/10/2020).

Mengawali komentarnya, Bhima memandang pemerintah kurang tanggap dalam menangani pandemi yang masuk ke Tanah Air sejak awal Maret 2020, sehingga menyebabkan dampak ekonomi yang luas.

"Pertumbuhan ekonomi alami penurunan hingga menyentuh level minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 akibat terlambatnya penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah," kata Bhima.

"Sementara itu, China yang merupakan negara asal pandemi mencatatkan pertumbuhan positif 3,2 persen di periode yang sama. Vietnam juga tumbuh positif 0,3 persen, karena adanya respons cepat pada pemutusan rantai pandemi, dengan lakukan lockdown dan merupakan negara pertama yang memutus penerbangan udara dengan China," lanjutnya.

Baca juga: Pendaftaran Masih Dibuka, Berikut Tanya Jawab Seputar BLT UMKM

Terkait dengan PEN, Bhima menyorot proses penyaluran bantuan UMKM melalui program Banpres Produktif justru dinilai tidak efektif.

"Hal ini karena UMKM sebagian besar adalah sektor unbankable yang sebelum pandemi kurang dilayani oleh perbankan. Jadi sebaiknya mekanisme stimulus UMKM lebih melibatkan institusi seperti koperasi dan lembaga mikro non-bank lainnya," papar dia.

Sementara itu, sejak pandemi, menurutnya daya beli masyarakat juga terpantau begitu rendah.

Selain dikarenakan tidak bisa memiliki banyak kesempatan untuk bergerak, masyarakat juga memiliki keterbatasan dana untuk dibelanjakan.

Rendahnya permintaan ini kemudian menyebabkan munculnya deflasi atau penurunan harga-harga barang di pasaran. Bahkan, banyak produsen yang menawarkan harga diskon hanya demi menghabiskan stok.

"Inflasi terlalu rendah karena tekanan daya beli masyarakat, deflasi bahkan terjadi dalam beberapa bulan. Inflasi yang rendah berakibat pada harga jual barang yang tidak sesuai dengan ongkos produksi dari produsen," ujar Bhima.

"Dalam jangka panjang jika inflasi tetap rendah maka produsen akan alami kerugian bahkan terancam berhenti beroperasi," tambah dia.

Baca juga: Penyaluran Subsidi Gaji ke 150.000 Pekerja Terkendala Data Tak Valid, Bagaimana Solusinya?

Terkait rendahnya daya beli masyarakat di tengah kesulitan ekonomi di tengah pandemi, pemerintah menyalurkan sejumlah bantuan, misalnya bagi kalangan pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta.

Mereka yang memenuhi kriteria akan mendapatkan dana sebesar Rp 2,4 juta, yang disalurkan dalam 2 tahap.

Tujuannya, untuk mengurangi beban para pekerja sekaligus meningkatkan perputaran uang di pasar dan menggerakkan sektor-sektor perekonomian di bawah.

 

"Sehingga, kemudian (subsidi gaji yang diberikan) menimbulkan multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” kata Kepala Humas Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno, mengutip Kompas.com, 14 September 2020.

Baca juga: Hingga Pertengahan Oktober, Realisasi PEN Baru 49,5 Persen

Namun, INDEF mencatat justru semakin banyak orang yang memiliki uang menabungkan uangnya di bank.

"Orang kaya terus menabung di bank dengan lebih sedikit membelanjakan uangnya," ujarnya.

Dia juga menggarisbawahi, rendahnya pertumbuhan kredit perbankan, yakni sebesar 0,6 persen year-on-year per Agustus 2020 sebagaimana disampaikan oleh Bank Indonesia (BI).

"Jika simpanan meningkat sementara pinjaman baru lambat disalurkan akan mempengaruhi supply dana untuk dunia usaha dan masyarakat," ujarnya.

Bhima menyebut masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki dengan PEN di masa pandemi Covid-19 ini.

"Kesimpulannya (PEN) kurang efektif, sasaran kurang tajam dan mekanisme nya perlu diperbaiki," pungkas Bhima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com