Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Thailand Awasi Media, Koordinasi Aksi Pindah ke Telegram

Kompas.com - 19/10/2020, 17:05 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aksi demonstrasi di Thailand menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha tetap berlanjut meski puluhan pengunjuk rasa dan para pemimpinnya ditangkapi.

Terbaru, kepolisian memerintahkan penyelidikan terhadap empat media dan halaman Facebook yang dianggap melanggar hukum Thailand. 

Mengutip Bangkok Post, Kepolisian Thailand mengancam akan memblokir sejumlah media penyiaran juga laman Facebook yang dijalankan oleh para demonstran, karena dinilai mengancam keamanan nasional negara itu.

Pemblokiran media

Kepala Kepolisian Nasional, Suwat Jangyodsuk telah menandatangi perintah berdasar keputusan darurat yang meminta Komisi Nasional Penyiaran dan Telekomunikasi serta Menteri Sosial untuk memblokir atau melarang aktivitas dari Voice TV, Parachathai.com, The Reporters, The Standard, dan laman Facebook FreeYOUTH.

Baca juga: Tak Pedulikan Larangan Demo, Unjuk Rasa di Thailand Jalan Terus

Keputusan darurat itu memungkinkan otoritas terkait untuk melakukan pemblokiran atau pelarangan operasi media dan sumber informasi lain yang menganam keamanan nasional.

Tindakan ini diambil setelah rentetan aksi perlawanan terhadap pemerintah menyebar ke sepenjuru negeri.

Perlawanan semakin memuncak setelah kepolisian menangkapi sejumlah pimpinan aksi dan menembakkan meriam air dengan pewarna untuk membubarkan aksi demo damai yang digelar di perempatan Pathumwan, Jumat (17/10/2020).

Pindah ke Telegram

Gerakan The FreeYOUTH di laman Facebook meminta para pengikutnya untuk berpindah ke aplikasi perpesanan Telegram setelah mendengar isu bahwa laman Facebook mereka menjadi target sasaran dari Kementerian Ekonomi Digital dan Sosial.

Mereka pun memberikan instruksi pada para pengikutnya soal bagaimana mangatur privasi dan keamanan penggunaan Telegram untuk menyembunyikan nomor telepon mereka.

Menanggapi isu yang beredar, Menteri Ekonomi Digital dan Sosial, Buddhipongse Punnakanta bersikeras menyebut pemblokiran itu merupakan keputusan kepolisian dan harus mendapat persetujuan dari Facebook itu sendiri.

Ia mengaku pihaknya belum dihubungi kepolisian untuk melakukan pemblokiran atau sejenisnya.

Wakil sekretaris kementerian, Phuchaphong Nnotthaisong menambahkan bukan kewenangan pihaknya untuk menghasut atau memproses permintaan pemblokiran suatu laman ke Facebook.

Baca juga: Profil Prayuth Chan-ocha, PM Thailand yang Menolak Mundur Usai Didemo

Dikutip dari Thairath.co, aplikasi yang satu ini dianggap bisa menjadi media yang mengakomodasi kekuatan massa melalui jagat siber.

Grup FreeYOUTH di Telegram, kini dilaporkan telah memiliki 110.607 anggota dengan sebanyak 34.792 di antaranya yang online secara bersamaan.

Selama 7 tahun terakhir Telegram menjadi salah satu alat yang dipakai para aktivis politik untuk melawan pemerintah di Hong Kong dan Belarusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com