Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tercatat Kematian Pertama akibat Reinfeksi Corona, Studi: Tak Ada Jaminan Imunitas

Kompas.com - 13/10/2020, 16:31 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang perempuan berusia lanjut di Belanda meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona untuk kedua kalinya. 

Kasus ini menjadi kematian pertama yang dilaporkan akibat reinfeksi virus corona. Peristiwa ini pun diteliti.

Mengutip BNO News, Senin (12/10/2020), pasien berusia 89 tahun ini juga telah dirawat karena sebuah jenis kanker sel darah putih yang dimilikinya.

Para peneliti mengatakan, saat tiba di unit gawat darurat, perempuan ini mengalami demam dan batuk parah.

Ia dikonfirmasi positif virus corona dan dirawat di rumah sakit selama lima hari.

Setelah itu, gejala-gejala yang ditunjukkan mereda, kecuali kelelahan yang terus dialami. Ia kemudian dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Dua bulan kemudian, dua hari setelah menjalani periode baru kemoterapi, wanita tersebut mengalami demam, batuk, dan dispnea. 

Perempuan itu pun kembali dinyatakan positif virus corona.

"Pada hari kedelapan, kondisi pasien memburuk. Ia meninggal dua minggu kemudian," kata para peneliti.

Baca juga: Studi: Virus Corona Bisa Bertahan hingga 28 Hari di Uang Kertas hingga Layar Ponsel

Reinfeksi bisa munculkan gejala lebih parah

Jumlah kasus reinfeksi yang dilaporkan oleh para peneliti masih belum begitu banyak. 

Sebelumnya, banyak pendapat menduga pasien yang pernah mengalami infeksi Covid-19 akan mengembangkan imun tertentu dan dapat sembuh saat terinfeksi kembali.

Namun, sebuah penelitian yang dirilis pada Selasa (13/10/2020) di jurnal The Lancet Infectious Diseases menujukkan pasien Covid-19 kemungkinan mengalami gejala lebih parah saat terinfeksi untuk kedua kalinya. 

Studi tersebut mengamati grafik yang ditunjukkan kasus reinfeksi pertama Covid-19 di Amerika Serikat (AS). Hasilnya, ada indikasi paparan virus tidak menjamin imunitas.

Baca juga: Simak, Ini Gejala Baru Pasien Corona, dari Ruam Kaki hingga Neurologis

Pasien tersebut merupakan seorang laki-laki berusia 25 tahun dan terinfeksi dua varian berbeda dari SARS-CoV-2 dalam waktu 48 hari.

Infeksi kedua lebih parah dari yang pertama, hingga membuat pasien dirawat di rumah sakit dan membutuhkan bantuan oksigen.

Namun demikian, para peneliti menyebut masih dibutuhkannya penelitian lebih lanjut untuk mencapai kesimpulan yang pasti terhadap kemungkinan-kemungkinan pada reinfeksi.

"Kita membutuhkan lebih banyak penelitian untuk memahami berapa lama imunitas dapat pertahan pada orang yang terpapar SARS-CoV-2 dan mengapa beberapa infeksi kedua, meskipun jarang, dapat lebih parah," kata ketua studi, Mark Pandori sebagiamana dikutip Straits Times, Selasa (13/10/2020).

Baca juga: Relawan Sakit, Johnson & Johnson Hentikan Sementara Uji Coba Vaksin Corona

Imunitas

Hingga kini, masih belum jelas bagaimana dan berapa lama imunitas tubuh dari Covid-19 terbentuk serta bertahan.

Untuk penyakit-penyakit seperti campak, infeksi menghasilkan kekebalan seumur hidup. Sementara, untuk patogen lain, kekebalan mungkin berlangsung dalam periode waktu yang lebih pendek.

Para peneliti mengatakan pasien reinfeksi Covid-19 di AS kemungkinan terpapar jumlah virus yang lebih banyak di infeksi keduanya sehingga menimbulkan reaksi yang lebih parah. 

Kemungkinan lain, pasien tersebut terpapar strain yang lebih mematikan. 

Baca juga: Studi: Obat Sakit Maag Mampu Lawan Virus Corona pada Hewan

Ada juga dugaan yang menyebut kondisi yang semakin buruk pada infeksi kedua dipengaruhi oleh mekanisme dalam antibodi itu sendiri.

Terlepas dari ketidakpastian itu, peneliti menyebut prospek reinfeksi ini memiliki dampak yang besar terhadap bagaimana dunia menghadapi pandemi ini.

"Dengan lebih banyaknya kasus reinfeksi yang muncul, para komunitas ilmiah akan memiliki kesempatan untuk lebih memahami korelasi perlindungan dan seberapa sering infeksi alami SARS-CoV-2 menyebabkan kekebalan itu," kata Profesor Imunobiologi dan Molekuler, Sel, dan Pengembangan Biologi di Yale University, Akiko Iwasaka. 

Iwasaka juga menilai informasi ini menjadi kunci untuk memahami vaksin mana yang dapat bekerja paling efektif nantinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com