Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Perizinan Pondok Pesantren Juga Diatur dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja

Kompas.com - 11/10/2020, 18:04 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

Sementara, definisi perizinan berusaha menurut UU Cipta Kerja adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Kedua, pasal 3 dalam bagian kawasan ekonomi khusus (KEK). Pasal 3 menyebut bahwa pelaksanaan kegiatan usaha pendidikan di kawasan ekonomi khusus (KEK) hanya dapat dilakukan berdasarkan persetujuan yang diberikan pemerintah pusat.

Klaim di media sosial mengenai sanksi terkait dengan kewajiban pondok pesantren berbadan hukum pendidikan dan mengantongi izin dari pemerintah pusat pun tidak ada di UU Cipta Kerja.

Presiden Joko Widodo mengatakan perizinan pendidikan secara umum tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, termasuk perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren.

"Itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku," katanya dikutip Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

Pernyataan Presiden ini membantah anggapan bahwa UU Cipta Kerja mendorong komersialisasi pendidikan. Presiden menegaskan, UU Cipta Kerja hanya mengatur pendidikan formal di KEK.

Sebelum DPR mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan bahwa keberadaan RUU Cipta Kerja tidak akan mengancam eksistensi pesantren.

Menurutnya, pendirian sebuah pesantren diatur di dalam undang-undang khusus yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

"Pemerintah punya UU tersendiri yang mengatur pesantren. Sehingga, penyelenggaraan pesantren merujuk pada UU 18 Tahun 2019 tentang Pesantren," kata Fachrul dikutip Kompas.com, Senin (31/8/2020).

Fachrul menegaskan, merujuk UU Pesantren tidak ada aturan terkait sanksi pidana di dalamnya.

"UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren adalah UU lex specialis. Sehingga berlaku kaidah lex specialis derogat legi generali, yakni asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum," imbuhnya.

Soal pendirian, Menag menjelaskan, Pasal 6 UU Pesantren mengatur bahwa pesantren dapat didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat islam, dan/atau masyarakat. Terdapat sejumlah unsur pendirikan pesantren.

"Jika persyaratan itu sudah terpenuhi, maka pesantren memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan domisili pesantren. Selanjutnya, penyelenggara mendaftarkan keberadaan pesantren kepada menteri," kata Fachrul.

Setelah semua syarat terpenuhi, nantinya Kementerian Agama akan memberikan izin terdaftar dalam bentuk Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Proses pengajuan pendaftaran dapat dilakukan melalui Kanwil Kemenag provinsi.

Aturan mengenai proses pengajuan izin melalui Kanwil Kemenag ini, menurut artikel Kompas.com, masih dalam tahap finalisasi.

"Dan yang terpenting, RPMA tidak mengatur sanksi pidana. Hanya, bagi pesantren yang menyalahi komitmen pendiriannya, sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU Pesantren, akan dicabut SKT-nya," ucap Fachrul.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran tim Cek Fakta Kompas.com, narasi di media sosial bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja mengharuskan pondok pesantren berbadan hukum pendidikan dan memiliki izin dari pemerintah pusat tidak benar. Tidak ada ketentuan khusus mengenai pondok pesantren dan sanksi bagi yang melanggarnya termuat di UU Cipta Kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com