Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Sosiolog soal Demonstrasi Terkadang Berujung Ricuh

Kompas.com - 11/10/2020, 18:03 WIB
Nur Rohmi Aida,
Jihad Akbar

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang diinisiasi pemerintah dan disahkan DPR RI menuai kritik dari sejumlah pihak.

Kalangan buruh hingga mahasiswa menilai UU tersebut merugikan masyarakat pekerja. Selain itu, ada pula yang menganggap UU Cipta Kerja dibuat dengan tergesa-gesa

Pengesahan omnibus law itu pun memicu demonstrasi di sejumlah daerah. 

Kompas.com, pada Kamis (8/10/2020) mencatat, setidaknya ada 9 lokasi aksi yang berujung dengan kericuhan.

Namun, jika menilik ke belakang, demonstrasi berujung pada kericuhan bukan hanya terjadi kali ini saja.

Di waktu-waktu sebelumnya, demonstrasi tekadang juga berakhir ricuh.

Baca juga: Jokowi Sebut Penolak UU Cipta Kerja Bisa Judicial Review, Bagaimana Cara Mengajukannya?

Lantas, apa yang menyebabkan demonstrasi terkadang menjadi ricuh?

Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Sidiq Harim, menilai demonstrasi yang berujung ricuh sebetulnya bukanlah peristiwa mengejutkan.

Meski, kata dia, siapa pun pasti mengharapkan aspirasi dapat disampaikan dengan damai.

“Karakteristik kerumunan yang tidak mudah dikontrol rentan terhadap provokasi,” jelas Sidiq.

Ia menjelaskan tindakan anarkistis sebenarnya bisa sangat subjektif.

Namun, apabila hal tersebut dilakukan di tengah kerumunan massa bisa berubah menjadi tindakan kolektif.

“Tapi, pertanyaannya yang lebih krusial sebenarnya siapa yang anarkis, bukan kenapa anarkis,” kata dia.

Ia mengatakan pada era informasi berlebih terjadi seperti sekarang, akan mudah untuk menuduh siapa penyebab kericuhan, namun sulit untuk membuktikan.

Baca juga: Larang Mahasiswa Demo UU Cipta Kerja, Kemendikbud Dianggap Pasung Kemerdekaan Kampus

Terkait aksi penolakan UU Cipta Kerja, bukan kericuhan yang terjadi, Sidiq menilai yang terjadi adalah reaksi publik terhadap "kekerasan" sistematis pihak yang terlibat serta mendukung pembuatan UU tersebut.

“Kekerasan itu enggak keliatan bentuknya, tapi terasa dan membangkitkan amarah publik,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com