Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepatuhan Kita Semua dan Pengendalian Kasus Covid-19 di Indonesia...

Kompas.com - 15/09/2020, 07:03 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, hingga Senin (14/9/2020), jumlah kasus tercatat 221.523, 8.841 orang meninggal dunia, dan 158.405 orang sembuh.

DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah kasus terbanyak, lebih dari 55.000.

Pemprov DKI pun memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai antisipasi karena jumlah ketersediaan ruang perawatan yang hampir penuh.

Seperti diberitakan Kompas.comRabu (9/9/2020), mengacu data yang dipaparkan akun Twitter @dkijakarta, hingga 6 September 2020, 77 persen tempat tidur ruang isolasi di rumah sakit rujukan yang total berjumlah 4.456 unit sudah terisi oleh pasien Covid-19.

Sementara itu, 83 persen dari 483 tempat tidur ruang ICU di rumah sakit yang sama juga telah digunakan untuk merawat pasien Covid-19.

Dengan mengkalkulasikan penambahan kasus harian yang terjadi, Pemprov DKI memperkirakan rumah sakit tidak akan mampu lagi menampung pasien baru Covid-19 pada Oktober 2020.

Hal ini menjadi salah satu pertimbangan kembali diberlakukannya PSBB.

Baca juga: Catat, Ini Daftar Sanksi bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Saat PSBB Jakarta

Apa yang akan terjadi jika kasus tak juga terkendali?

Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, yang akan terjadi adalah, banyak pasien yang tidak tertampung di rumah sakit sehingga harus menjalani perawatan di rumah.

Risikonya, ketika pasien Covid-19 dirawat di rumah adalah potensi penularan terhadap anggota keluarga atau masyarakat di sekitarnya.

Miko menyebutkan, hal ini bisa menjadi klaster baru, klaster keluarga.

"Itu yang ditakutkan. Pemerintah DKI kan sebenarnya mau PSBB moderat atau sedang ke arah berat, tapi kemudian sekarang kementerian itu masuk 25 persen, pertokoan tetap buka, karena desakan para pedagang atau pebisnis di Jakarta. Ini yang menjadi kendala," ujar Miko, saat dihubungi pada Senin (14/9.2020) siang.

Dengan kondisi saat ini, Miko mengatakan, banyak pasien rumah sakit-rumah sakit di Jakarta yang merupakan pasien rujukan dari kota lain seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Baca juga: Menurut Epidemiolog, Ini Indikator PSBB Ketat di DKI Jakarta Efektif atau Tidak

Kepatuhan masyarakat

Jika pemberlakuan PSBB tidak disertai tingkat kepatuhan masyarakat yang tinggi, Miko memperkirakan lonjakan kasus infeksi tidak bisa dihindarkan.

"Amat tergantung kepatuhan masyarakatnya. Kalau diberlakukan PSBB masyarakatnya enggak patuh, amat sulit mencegah penularan Covid-19, sama saja (tidak efektif)," ujar Miko.

"Itu kalau tingkat kepatuhan masyarakatnya rendah, wah akan meletus dan banyak kasus yang terjadi. Kalau fasilitas pelayanan sudah penuh, waduh saya enggak bayangkan," lanjut dia.

Oleh karena itu, pemberlakuan PSBB harus benar-benar ketat hingga ke rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).

"Jadi, menurut saya harus PSBB berat, dikunci semua, RT, RW, semua kunci, semua tidak boleh keluar. Harusnya kita sepakat tidak keluar rumah, 2 minggu saja. Tapi kan enggak bisa kayak gitu," ujar dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini.

Jangan sampai terjadi krisis fasilitas layanan kesehatan

 

Jika krisis fasilitas layanan kesehatan benar-benar terjadi, Miko mengatakan, akan banyak pasien Covid-19 yang terpaksa menjalani perawatan di rumah.

Mereka yang sehat atau tidak memiliki gejala berat bisa mudah menularkan kepada orang di sekitarnya.

Sementara, mereka yang menderita Covid-19 disertai keluhan kesehatan lain, berisiko mengalami akibat fatal jika dirawat di rumah.

"Tetap di rumah, mereka berpotensi menularkan ke masyarakat di sekitarnya, ke keluarganya, dia mati di rumah, terjadi hypoxia di rumah, apa yang terjadi? Semuanya akan stress, masyarakat akan stress, keluarganya akan stress. Saya enggak bayangkan apa yang terjadi pada Jakarta, mengerikan," kata dia.

Meski mengerikan, Miko meminta semua pihak untuk membayangkan jika kemungkinan terburuk itu terjadi.

"Itu harus dibayangkan kalau sampai seperti itu, artinya akan banyak kasus Covid-19 yang meninggal di rumah. Kalau ada satu-dua saja kasus yang meninggal di rumah, saya bayangkan kepanikan warga Jakarta akan terjadi. Diberitakan di televisi, semua akan panik," kata dia.

Baca juga: Cerita Achmad Berjuang Melawan Corona Jelang Sidang Skripsi

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 17 Aturan Baru PSBB Pengetatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com