Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yang Perlu Diketahui soal Happy Hypoxia, Dialami Pasien Covid-19 Termasuk di Indonesia

Kompas.com - 20/08/2020, 12:03 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Virus corona masih menyimpan segudang misteri yang belum terpecahkan, meski telah menginfeksi lebih dari 20 juta orang di dunia.

Salah satu gejala yang mulai dirasakan pasien Covid-19 di dunia, termasuk Indonesia, adalah happy hypoxia.

Happy hypoxia dialami oeh tiga pasien Covid-19 yang meninggal dunia di Banyumas.

Menurut keterangan Bupati Banyumas Achmad Husein, tiga pasien tersebut tidak menunjukkan gejala seperti orang yang terinfeksi virus corona, yaitu batuk, pilek, dan demam.

"Orangnya kelihatannya gembira-gembira saja, enggak ada batuk, pilek, panas, tetapi saturasi oksigen yang ada di dalam darah ini lama-lama turun," kata Husein, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (19/8/2020).

Tak hanya di Banyumas, kasus yang sama juga terjadi pada pasien di berbagai negara.

Baca juga: Fenomena Happy Hypoxia Pasien Covid-19, Bupati Banyumas Usul Perbanyak Pengukur Saturasi Oksigen Darah

Apa yang perlu kita ketahui soal happy hypoxia?

Studi soal happy hypoxia

Happy Hypoxia atau Hypoxemia didefinisikan sebagai penurunan tekanan oksigen dalam darah.

Ketika kondisi itu terjadi, seseorang mungkin akan mengalamai sesak napas atau dispnea.

Penurunan kadar oksigen dalam darah juga mengakibatkan organ-organ tubuh mati dan bisa mengancam nyawa.

Seseorang yang sehat biasanya memiliki saturasi oksigen setidaknya 95 persen.

Namun, dokter melaporkan, ada pasien yang memiliki tingkat persentase oksigen sebesar 70-80 persen. Bahkan, pada kasus yang drastis, di bawah 50 persen.

Untuk mengetahui misteri happy hypoxia yang membingungkan para dokter itu, sebuah penelitian dilakukan oleh Dr Martin J Tobin, profesor paru-paru dan perawatan kritis di Loyola University Medical Center.

"Dalam beberapa kasus, pasien merasa nyaman dan menggunakan telepon ketika dokter akan memasukkan selang pernapasan dan menghubungkan pasien dengan ventilator mekanis," kata Dr Tobin, dilansir dari Science Daily, 8 Juli 2020.

Pertama, ia dan rekannya melakukan survei terhadap 58 petugas kesehatan yang menanyakan apakah mereka pernah menangani kasus happy hypoxia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com