Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Bentuk Komite Penanganan Covid-19, Ini Tanggapan Epidemiolog

Kompas.com - 21/07/2020, 14:40 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono, mengatakan, pembentukan Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang diketuai Airlangga Hartarto menurutnya adalah hal yang tidak perlu.

"Kelihatannya kita itu punya pola yang sama ya. Artinya kalau ada kegiatan atau masalah yang nggak jalan gitu, langsung dibentuk kepanitiaan baru. Dulu ada Gugus Tugas, sekarang kan digabung," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/7/2020).

Ia menilai pembentukan komite tersebut tidak terlepas dari tujuan pemulihan ekonomi. Hal ini kemudian ia sebut sebagai Eco-Pandemic.

"Seakan-akan, kita memulihkan ekonomi bisa menyelesaikan pandemi. Seharusnya kan sejalan, tapi saya tidak melihat orang yang di sana itu ada yang paham tentang pandemi. Lebih banyak orang ekonomi," kata Pandu.

Pandu juga menyebut bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bukan institusi yang menurut dia tepat untuk menangani pandemi.

Pandu menilai, BNPB tidak punya keahlian dan wewenang. Selain itu mereka biasanya menangani bencana yang sudah selesai, jadi yang biasa mereka lakukan itu mitigasi.

"Ini kan pandemi masih jalan, masih terus berkembang. Jadi salah kalau nunjuk BNPB," kata Pandu.

Hal ini membuat penanganan Covid-19 di Indonesia menurut dia tidak mengalami kemajuan signifikan yang berarti. 

Baca juga: Sinergikan Kesehatan dan Ekonomi Tangani Covid-19, Erick Thohir: Kami Akan Usaha Mati-matian

Cara berpikir terbalik

Berkaca dari hal tersebut, Pandu menilai pembentukan komite baru ini seharusnya juga tidak perlu dilakukan.

"Pertama, nggak usahlah bikin panitia. Semuanya langsung dipimpin pak Presiden dan dikerjakan bersama kabinetnya," kata Pandu.

Dia mengatakan bahwa tanggung jawab penanganan pandemi Covid-19 berada di pundak kepala negara, bukan tanggung jawab 'panitia-panitaan'.

Pandu menyebut ada cara berpikir yang terbalik dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Seharusnya, pandemi diselesaikan secara bertahap, sembari memulihkan perekonomian yang terdampak.

"Usul saya adalah bagaimana kita menyelesaikan masalah pandemi, sambil memulihkan ekonomi. Jadi, kelihatannya ekonomi yang dipulihkan, seakan-akan otomatis bisa menyelesaikan pandemi. Nggak bisa, nggak akan jalan," kata Pandu.

Menurutnya, roda perekonomian tidak akan bisa kembali berjalan bila penanganan pandemi masih berantakan seperti sekarang ini.

"Saya mempertanyakan keseriusan pemerintah. Apakah kita mau menyelesaikan pandemi atau tidak? Dampak ekonomi itu dampak dari pandemi, kita selesaikan akar masalahnya dulu," kata Pandu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com