Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hobi Bersepeda Selama Pandemi Corona, Kesadaran atau Hanya Latah?

Kompas.com - 22/06/2020, 19:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 di Indonesia menyadarkan banyak orang tentang pentingnya berolahraga untuk menjaga tubuh agar tetap sehat.

Sebab, virus corona diketahui rentan menyerang seseorang yang tak memiliki imuntias tubuh yang kuat.

Untuk menerapkan gaya hidup sehat, masyarakat banyak memilih bersepeda sebagai alternatif untuk berolahraga. Hal itu dibuktikan dengan unggahan warganet yang menunjukkan toko sepeda dipenuhi oleh pembeli.

Tak hanya itu, banyak warganet yang mengkritik sejumlah pesepeda yang tak mematuhi lalu lintas dan bergerombol hingga memenuhi jalanan.

Lantas, apakah fenomena bersepeda ini sebuah kesadaran atau justru hanya latah semata?

Sosiolog Universitas Gadjah Mada Sidiq Harim mengatakan, untuk membuktikan apakah maraknya pesepeda itu kesadaran atau kelatahan akan terlihat usai pandemi Covid-19 ini berakhir.

"Kesadaran atau kelatahan baru bisa benar-benar kita pastikan nanti pasca-pandemi," kata Sidiq saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/6/2020).

"Kita temukan ini kesadaran kalau pasca pandemi sepeda atau alat transportasi non-polutant lainnya mendominasi ruang kota," sambungnya.

Gejala latah

Namun, Sidiq melihat fenomena bersepeda kali ini justru mengarah pada gejala kelatahan. Sebab, banyak dari para pesepeda merebut ruang kota.

Menurutnya, mereka yang memenuhi jalanan dengan sepeda saat ini adalah mereka yang mendominasi jalanan dengan klakson dan asap kendaraan sebelum pandemi.

"Jadi wataknya sama saja, hasrat rebutan ruang khas kaum urban. Hanya warnanya saja yang beda. Sekarang agak hijau, green. Tapi karena masih Covid-19 semua orang peduli lingkungan, peduli kesehatan," jelas dia.

Sidiq menjelaskan, kelatahan justru akan berbahaya bagi masyarakat karena tidak mengubah apa pun.

"Yang kita kutuk dari sengkarut perebutan ruang publik ini kemungkinan muncul lagi pasca-pandemi. Jadi enggak ada yang 'new' dari 'new normality'. Itu bahayanya," terang dia.

Baca juga: Ramai Orang Gowes Sepeda, Bagi Pemula Waspadai Bahaya Serangan Jantung

Pemerintah perlu mengatur

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mendampingi Presiden Joko Widodo bersepeda di kawasan Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/12/2019). (Foto: Sekretariat Kabinet)Sekretariat Kabinet Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat mendampingi Presiden Joko Widodo bersepeda di kawasan Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/12/2019). (Foto: Sekretariat Kabinet)

Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan, bersepeda merupakan salah satu solusi efektif untuk menghindari penggunaan transportasi publik yang rawan akan keramaian.

Namun, Dicky mengingatkan bahwa bersepeda di masa pandemi juga harus menerapkan prilaku pencegahan virus, seperti bermasker, menjaga jarak 1,5 meter, dan mencuci tangan.

"Selama itu dipatuhi tentu akan mengurangi kemungkinan paparan virus," kata Dicky saat dihubungi, Senin.

Selain itu, dia juga mengimbau warga agar bersepeda hanya untuk area dengan tujuan dekat, seperti ke toko atau tempat kerja yang dekat.

Agar protokol itu dipatuhi, Dicky menganggap pemerintah perlu mengatur jumlah maksimal pengguna sepeda dalam satu kelompok dan jarak terjauh yang diperbolehkan.

Pemerintah juga harus mengatur lajur dan marka jalan untuk pesepeda agar tidak mengganggu pengguna jalan lain.

"Tren bersepeda ini memang jadi booming di dunia saat pandemi. Oleh karena itu, setiap Pemda harus mulai mengatur jalur dan marka jalan utk pesepeda ini," jelas dia.

"Tentunya harus ada petugas yang memantau pesepeda ini. Seperti kewajiban bermasker dan jaga jarak. Edukasi juga sekali lagi sangat penting," tambahnya.

Baca juga: INFOGRAFIK: Jenis-jenis Sepeda dan Tips Membeli Sepeda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com