Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Pancasila dan Ekologi Hukum di Era New Normal

Kompas.com - 18/06/2020, 10:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


PANDEMI Covid-19 menjungkirbalikan logika dan modus hidup bersama. Yang tadinya masih merawat interaksi fisik, kini menelantarkannya. Pandemi mempercepat penelantaran interaksi fisik yang sebelumnya telah dilakukan oleh perkembangan teknologi informasi.

Bukan negara yang membatasi, tapi virus Corona yang sulit dilihat dengan mata. Jaga jarak; Di rumah saja; Gunakan masker; menjadi seperti hymne. Resep mujarab bertahan di era pandemi.

Slavoj Zizek dalam buku paling anyar, Pandemic! Covid-19 Shakes the World (2020), melukiskan derita kita yang diterjang tiga krisis: medis (epidemi itu sendiri), ekonomi (yang terpukul keras apapun dampak epidemi) dan psikologis.

Koordinasi dasar kehidupan sehari-hari jutaan orang terpecah belah. Dari terbang untuk liburan sampai kontak tubuh sederhana pun seperti impian mahal. Sukar digapai.

Apalagi kapitalisme yang ratusan tahun terbiasa hidup dalam akumulasi modal. Kini goyang.

Tidak hanya itu. Bahkan, bagi sebagian, mimpi mengerikan bukan kena pandemi. Namun hilangnya penghasilan dan melonjaknya kemiskinan.

Slavoj Zizek menganjurkan pelbagai hal menghadapi situasi pandemi. Kata kuncinya adalah solidaritas dan kebersamaan. Pemerintah harus efektif mengorganisir solidaritas kerjasama internasional-nasional serta penguatan layanan. Tidak mudah memang!

Pancasila

Bagi penulis, pandemi semacam percepatan proses kematian geografi yang diambil alih oleh kolonialisasi imagologi yang sudah mulai berurat dan berakar akibat pesatnya teknologi informasi.

Yasraf Amir Piling dalam buku Dunia Yang Dilipat (2004) sudah mengingatkan, akibat globalisasi, post-modern dan merambahnya kota digital---jauh sebelum pandemi—ada beberapa gejala yang menerpa manusia.

Diantaranya, manusia semakin homo economicus. Rakus. Relasi sosial dinilai semata dengan uang. Waktu dan ruang juga dimaknai uang.

Kemudian, manusia semakin individualis. Kolektivisme publik digerogoti.

Manusia juga semakin digital. Pertemuan fisik semakin menipis diganti interaksi digital. Kondisi ini diperparah dan dipercepat dengan pandemi. Virus Covid-19 memaksa intensitas fisik dihindari.

Satu sama lain mengalami paranoid. Jebakan penularan tidak mengenai usia, tempat dan status sosial. Pandemi menerpa siapa pun dan kapan pun.

Dalam konteks ini, maka perbincangan membumikan Pancasila menjadi penting.

Sebab, Pancasila adalah warisan jenius pendiri bangsa yang mendasarkan lima sila sebagai nilai perekat untuk memastikan ekosistem keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif. Antara pemupukan kekayaan dan kesediaan berbagi. Antara yang fisik dan spiritual.

IlustrasiKOMPAS Ilustrasi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com