KOMPAS.com - Sejumlah negara di dunia mulai melakukan pelonggaran penguncian (lockdown) dan pembatasan yang diterapkan untuk mencegah penyebaran virus corona.
Di Indonesia, beberapa provinsi dan kabupaten/kota akan mulai relaksasi dan menerapkan normal baru atau new normal.
Melansir New Scientist, 20 Mei 2020, sekitar setengah dari populasi dunia mengalami karantina setelah adanya wabah virus corona.
Pelonggaran pembatasan di beberapa negara dilakukan setelah menurunnya angka kasus-kasus baru.
Bagaimana kita bisa tahu kapan saat yang tepat untuk melonggarkan pembatasan?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan, suatu negara bisa melakukan pelonggaran jika memang penyebaran virus telah terkendali.
Salah satunya, dengan melihat penurunan yang signifikan dalam jumlah kasus.
WHO juga menyarankan agar negara menggunakan pengujian dan pelacakan kontak untuk mengidentifikasi dan mengisolasi kasus baru Covid-19.
Sebab, tanpa penyaringan dan isolasi, pelonggaran pembatasan pasti akan menyebabkan jumlah infeksi baru meningkat lagi.
Profesor riset operasional di University College London, Christina Pagel, mengatakan, untuk meredakan pembatasan, sejumlah kasus di suatu negara juga harus berada pada tingkat yang dapat dikelola.
Ia mencontohkan, dalam pemodelan matematika, R merupakan jumlah orang yang terinfeksi oleh virus ini.
Menurut Pagel, jika angka di R ini berada di kadar kurang dari 1, maka itu merepresentasikan tingkat infeksi yang stabil.
Sementara, jika R memiliki kadar lebih dari satu, maka angka kasus Covid-19 akan terus meningkat.
Di Wuhan, China, ditemukan kasus-kasus baru pada 10 Mei 2020, setelah sejumlah kota mulai melonggarkan pembatasan pada awal April 2020.