Sebaliknya, jika monitor tidak menunjukkan interaksi apa pun, maka tidak ada virus.
"Jadi secara prinsip yang dideteksi itu sama-sama gen antara SPR dan PCR," ujar Yusuf.
Baca juga: Doni Monardo Sebut RI Segera Produksi Alat Rapid Test
Kehadiran SPR ini bukan sebagai pesaing dari PCR yang selama ini digunakan untuk mendeteksi virus corona.
Namun, Unpad dan ITB sama-sama menghadirkan SPR dalam rangka tugas dari BPPT BRIN dan Gugus Tugas Covid-19.
"Kenapa kemudian kami menginisiasi untuk mendeteksi corona? Karena kami melihat penggunaan PCR di Indonesia ternyata perlu dibantu," ujar Yusuf.
Ia mengatakan, secara metode, PCR dapat menyelesaikan masalah.
Akan tetapi, untuk bahan-bahan yang digunakan seperti reagen-reagen dan bahan penunjang lain masih harus diimpor.
Hal ini terkadang menjadi hambatan karena Indonesia juga mengantre untuk kesediaan bahan dari luar negeri.
Apalagi, bahan-bahan tersebut tengah banyak dicari di seluruh dunia.
"Kita yang hanya bisa impor saja, jadi mengantre untuk mendapatkan bahan-bahan tersebut, jadi kami kewalahan, alatnya ada, tapi reagennya tidak ada," ujar Yusuf.
Meski sama-sama sebagai alat yang muncul untuk mendeteksi adanya virus corona, PCR dan SPR memiliki perbedaan.
Menurut Yusuf, PCR digunakan untuk pendetekasian virus atau RNA yang terletak di dalam virus.
Oleh karena itu, peneliti harus mengekstraksi terlebih dahulu dan melalui sejumlah tahapan yang panjang.
Sementara, untuk SPR, hanya melarutkan sampel dengan suatu larutan dan langsung dideteksi.
Menariknya, SPR juga dapat mendeteksi apakah virus corona masih aktif atau sudah rusak.