KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo menginstruksikan pelaksanaan rapid test virus corona untuk mendeteksi Covid-19 secara massal di Indonesia.
Melalui rapid test diharapkan bisa melakukan deteksi dini atas indikasi awal seseorang menderita Covid-19.
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKln), Prof. DR. Dr. Aryati, MS, Sp.PK(K), mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait rapid test.
Ia mengingatkan, perlu ada kewaspadaan dan ketelitian terhadap tes yang dilakukan.
Hal ini karena rapid test ada potensi memunculkan hasil negatif palsu atau hasil positif palsu.
Dr Aryati mengatakan, hasil positif palsu atau false positive bisa muncul karena adanya infeksi virus corona jenis lain di masa lalu.
Baca juga: Mengenal Rapid Test dan Bedanya dengan Tes Corona Sebelumnya
Seperti dikeahui, ada beberapa coronavirus yakni Human Pathogenic Cov (HCoV), SARS-CoV, MERS-CoV, dan pathogenik coronavirus lainnya.
Selain itu, adanya kemungkinan cross reactive atau reaksi silang dengan jenis corona yang lain atau jenis virus yang memiliki kemiripan, bisa menimbulkan adanya false positive.
Ia mencontohkan, hal itu terjadi di Singapura. Ada dua kasus diduga demam berdarah, ternyata Covid-19.
“Jadi artinya hati-hati,” kata dia.
Antibodi timbul karena masuknya antigen ke tubuh seseorang. Oleh karena itu, butuh waktu masa inkubasi atau windows periode.
Aryati mengungkapkan, deteksi antibodi terhadap SARS-CoV2 dengan metode imunokromatografi (rapid test) belum ada penjelasan kinetika antibodinya.
Hal itu karena virus jenis ini masih baru sehingga belum banyak ilmuwan yang menentukan dengan jelas kinetika antibodi virus itu.
Baca juga: Jokowi Perintahkan Gelar Rapid Test Covid-19 Massal
Hal inilah yang dikhawatirkan bisa menimbulkan adanya kasus negatif palsu.