KOMPAS.com - Sebuah video yang memperlihatkan pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China viral di media sosial.
Video yang dipublikasikan media Korea Selatan tersebut awalnya diulas oleh YouTuber Jang Hansol di kanalnya, Korea Reomit, Rabu (6/5/2020).
Jang menerjemahkan video pemberitaan dalam bahasa Korea tersebut.
Video ini juga menampilkan wawancara dengan ABK yang bekerja pada kapal tersebut.
Dalam pengakuan ABK yang menggunakan bahasa Indonesia, diceritakan soal sistem kerja, perlakuan terhadap para pekerja, hingga perlakuan terhadap ABK yang meninggal dunia.
ABK itu mengaku bekerja hingga belasan jam dengan jam istirahat yang sangat minim.
Aktivis HAM sekaligus pendiri Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi.
"Selama ini, banyak laporan yang kami terima, ABK yang meninggal dunia itu (jenazahnya) ya dilarung di laut. Nyaris semuanya begitu," kata Anis saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/5/2020).
Baca juga: Jenazah ABK WNI Dilarung ke Laut, Komisi I DPR Minta Pemerintah Investigasi Dugaan Perdagangan Orang
Ia menyebutkan, dengan dilarungnya jenazah ABK tersebut, seringkali pihak keluarga tak akan menerima hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan.
Menurut Anis, hal ini terjadi karena belum adanya perlindungan yang jelas bagi ABK Indonesia.
"Sehingga mereka memang sangat rentan," ujar dia.
Oleh karena itu, ia mengatakan, pemerintah harus segera merancang Peraturan Pemerintah (PP) mengenai ABK dan harus ada upaya yang serius mengenai perlindungan bagi para pekerja migran tersebut.
"PP-nya itu segera diterbitkan. PP-nya harus menjawab persoalan-persoalan ABK, seperti kasus ini," kata Anis.
Dalam penyusunan PP itu, pemerintah diharapkan terbuka meminta masukan banyak pihak, termasuk para ABK yang mengetahui kondisi lapangan.
Anis mengatakan, ada tiga sektor pekerja migran yang dalam praktiknya rentan mengalami perbudakan, yaitu ABK, asisten rumah tangga (ART), dan pekerja kepala sawit di daerah terisolir.