Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Analisis Gempa Laut Banda Magnitudo 6,9 hingga Sejarahnya

Kompas.com - 07/05/2020, 10:41 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wilayah Laut Banda diguncang gempa tektonik bermagnitudo 7,3 yang kemudian dimutakhirkan menjadi 6,9 magnitudo, Rabu (6/5/2020) malam.

Episenter gempa berlokasi di laut pada jarak 180 km arah barat laut Kota Saumlaki, Maluku, dengan kedalaman 97 kilometer.

Kepala Bidang Informasi Gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan, kekuatan awal gempa Laut Banda dengan magnitudo 7,3 sebagai informasi cepat.

"Magnitudo informasi cepat ini diolah menggunakan jumlah data yang terbatas dalam waktu yang sangat singkat kurang dari 5 menit," kata Daryono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/5/2020).

Biasanya, yang diolah paling awal, lanjut dia, merupakan data dari sensor yang paling cepat mencatat gempa dekat pusat gempa sehingga berpotensi menyumbang nilai magnitudo yang lebih besar.

Menurut Daryono, BKMG harus cepat dalam menginformasikan parameter gempa karena bertanggung jawab memberikan peringatan dini tsunami yang harus sesegera mungkin disampaikan kepada masyarakat pesisir.

"Banyak pantai kita lokasinya dekat dengan sumber gempa dengan ketersediaan waktu penyelamatan tsunami sangat singkat," ujar dia.

Baca juga: Gempa Maluku Tenggara Barat Dimutakhirkan M 6,9, Ini Penjelasannya

Sesar naik

Daryono menjelaskan, berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa terjadi akibat adanya penyesaran batuan pada bagian lempeng Banda di Zona Benioff.

Hiposenter gempa yang terjadi tadi malam cukup dalam.

"Sehingga, meskipun mekanisme sumbernya sesar naik (thrust fault), maka tidak berpotensi tsunami," kata dia.

Ia menyebutkan, munculnya gempa kuat di kedalaman menengah ini sebenarnya sudah ditandai dengan munculnya aktivitas gempa-gempa kecil yang membentuk gerombolan klaster pusat gempa menengah sejak April 2020.

"Sumber gempa Banda tadi malam adalah adanya deformasi batuan pada Banda slab (Lempeng Banda yang tersubduksi) dan bukan di Banda Detachment (bidang gelincir patahan Banda) di zona Weber Deep seperti yang disinggung beberapa netizen di media sosial," kata Daryono.

Dengan hiposenter yang cukup dalam ini, maka gempa mempunyai spektrum getaran yang dirasakan mencakup wilayah sangat luas.

Guncangan gempa dilaporkan dirasakan hingga Manokwari dan Waingapu.

Baca juga: Warga Takut Masuk Rumah Setelah Gempa 7,3 Magnitudo Guncang Maluku

Sejarah

Daryono menyampaikan, lokasi hiposenter gempa Banda ini berada di kawasan yang menurut catatan sejarah gempa merupakan sarang gempa kuat di zona subduksi Banda.

Beberapa gempa dahsyat pernah terjadi di lokasi ini, yaitu:

  • Gempa Banda 1918, bermagnitudo 8,1
  • Gempa Banda 1950, bermagnitudo 8,1
  • Gempa Banda 1963, bermagnitudo 8,2
  • Gempa Banda 2019, bermagnitudo 7,7

"Beberapa gempa kuat ini dirasakan guncangannya hingga Benua Australia," ujar Daryono.

Ia menambahkan, peristiwa gempa kuat di Laut Banda pada Rabu (6/5/2020) malam menjadi salah satu bukti bahwa sistem subduksi Laut Banda masih sangat aktif.

Dampak gempa

Guncangan gempa yang terjadi terasa di sejumlah daerah, seperti

  • Saumlaki dengan intensitas III-IV MMI (bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah)
  • Banda, Dobo, Tual, Sorong, Fak-Fak, Kaimana, Tiakur dengan intensitas III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa getaran seakan akan truk berlalu)
  • Merauke, Manokwari, Kupang, Alor, Waingapu dengan intensitas II MMI (getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com