Pada titik inilah, maka saya menjadi mengerti kenapa isteri saya mengatakan bahwa Didi Kempot tengah menjadi idola pemuda milenial. Penggemarnya merasa “sangat” terwakili dengan lagu-lagu yang dibawakan Didi Kempot.
Mengutarakan kekecewaan akan tetapi dalam kemasan irama joget. Rasa Kecewa, sedih akan tetapi tidak dinyatakan dengan ratapan sahdu mendayu-dayu berurai air mata.
Walau air mata kerap tak terbendung juga dalam irama riang gembira yang mengundang gerak untuk menari atau berjoget ria ditengah syair yang mewakili rasa nelongso.
Tidak itu saja, Didi Kempot juga sangat menguasai stage acting beraksi di panggung sekaligus berinteraksi dengan para penggemarnya sepanjang penampilan di pentas terbuka.
Gayanya mengingatkan kepada gaya Andre Rieu sang konduktor sekaligus pemain biola ketika memimpin pagelaran musik klasik dari Johann Strauss Orchestra.
Demikian pula kepercayaan diri yang sangat mapan dalam berhadapan dengan Presiden Suriname dan Presiden Jokowi ditengah-tengah pagelarannya. Didi Kempot sangat santai namun tidak meninggalkan etika bahasa tubuh dimuka orang yang dihormati.
Kita semua merasa kehilangan Sang Maestro yang telah pergi secara tiba-tiba dan mengagetkan banyak penggemarnya ditengah-tengah dunia yang sedang “ambyar” diserang wabah Corona-Covid 19.
Selamat Jalan Didi Kempot. Selamat jalan Sang Maestro!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.