Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Singapura bak Kota Mati dan Larang Pertemuan Publlik akibat Corona...

Kompas.com - 08/04/2020, 11:20 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Distrik bisnis Singapura yang biasanya ramai pengunjung, kini menjadi sepi dan senyap bak kota mati pada Selasa (7/4/2020).

Dilansir dari New Straits Times, kondisi tersebut dikarenakan sebagian besar tempat kerja di Singapura ditutup untuk mencegah penyebaran virus corona yang sempat melonjak.

Sementara itu, Pusat Keuangan menggunakan rezim yang kuat dalam menguji dan melacak kontak orang sakit untuk menjaga wabah tersebut tetap terkendali.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 8 April: 1,4 Juta Kasus, 301.738 Sembuh, 81.889 Meninggal

Sebelumnya, pihak berwenang menentang jenis tindakan kejam yang dilakukan di negara-negara yang dilanda kondisi yang lebih buruk.

Namun, saat ini Pemerintah telah menginstruksikan untuk menutup semua bisnis yang dianggap tidak penting, menutup sekolah, dan meminta warga agar tetap tinggal di dalam rumah.

Hanya ada segelintir orang di lapangan utama di kawasan bisnis saat ini. Biasanya lokasi tersebut selalu dipadati oleh orang-orang di hari-hari biasa.

"Rasanya seperti kota mati, semua orang takut, mereka semua bersembunyi di rumah," ujar salah satu pekerja di pialang asuransi, Jenny Lee kepada AFP.

"Semua (keramaian) orang banyak yang menghilang," lanjut dia.

Baca juga: Mengapa Petugas Kesehatan di Singapura Sedikit yang Terinfeksi Virus Corona?

Tetap tinggal di rumah

Seorang penumpang terlihat memakai masker ketika menatap sambil menunggu pintu MRT Circle Line Singapura ditutup di Stasiun MRT Promenade, Sabtu siang (04/04/2020). Pandemi Corona yang mewabah di Singapura memasuki tahap transmisi lokal yang bersifat komunal. Pemerintah negeri Singa telah memerintahkan warganya untuk memakai master ketika harus keluar meninggalkan rumah.KOMPAS.com/ERICSSEN Seorang penumpang terlihat memakai masker ketika menatap sambil menunggu pintu MRT Circle Line Singapura ditutup di Stasiun MRT Promenade, Sabtu siang (04/04/2020). Pandemi Corona yang mewabah di Singapura memasuki tahap transmisi lokal yang bersifat komunal. Pemerintah negeri Singa telah memerintahkan warganya untuk memakai master ketika harus keluar meninggalkan rumah.

Di sisi lain, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong mendesak warga untuk mendukung tenaga profesional kesehatan dengan tetap berada di rumah masing-masing.

"Untuk mendukung tenaga profesional kesehatan kami, lakukanlah dengan tetap tinggal di rumah, dan mematuhi kebijakan yang berlaku," ujar Lee.

Selain itu, sekolah-sekolah juga ditutup mulai Rabu (8/4/2020), dengan pembatasan yang lebih ketat. Diharapkan tindakan ini mampu bertahan satu bulan.

Update virus corona di Singapura

Pada Senin (6/4/2020), Singapura mengalami pertambahan kasus terinfeksi virus corona sebanyak 66 kasus. Peningkatan tersebut membuat total kasus menjadi 1.375 kasus, termasuk 6 kematian.

Per hari ini, Rabu (8/4/2020), berdasarkan data real time Coronavirus COVID-19 Global Cases by the CSSE at Johns Hopkins University, jumlah kasus di Singapura tercatat sebanyak 1.481 kasus, dengan 377 pasien sembuh, dan 6 meninggal dunia.

Meski angka-angka tersebut terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara lainnya, pemerintah tetap memutuskan untuk mengambil tindakan setelah peningkatan kasus yang ditularkan secara lokal.

Tindakan yang dilakukan Pemerintah yakni mengarantina hampir 20.000 pekerja migran asing selama dua minggu setelah banyak infeksi ditemukan di asrama mereka pada pekan lalu.

Sebagian besar pekerja asing berasal dari Asia Selatan.

Mereka bekerja dalam konstruksi di Singapura dan biasanya tinggal di kompleks asrama yang luas.

Baca juga: Kisah Pramugari dan Pilot Singapura yang Terdampak Corona...

Singapura melarang pertemuan publik

Dikutip dari SCMP, menurut undang-undang yang disahkan di parlemen pada Selasa (7/4/2020), anggota keluarga atau teman yang tidak tinggal bersama tidak dapat berkumpul di rumah atau di ruang publik.

Pemerintah Singapura juga melarang pertemuan sosial dalam bentuk apa pun di ruang pribadi dan publik untuk sementara waktu.

Dalam debat RUU Covid-19 (tindakan sementara), Menteri Kesehatan Singapura, Gan Kim Yong mengatakan, undang-undang tersebut akan mencakup semua pihak swasta atau pertemuan di antara anggota keluarga atau teman yang tidak tinggal bersama, di rumah atau di ruang publik, seperti taman.

RUU ini memberikan dasar hukum bagi pemerintah untuk menegakkan langkah-langkah peningkatan jarak aman yang telah diperkenalkan untuk membatasi penyebaran virus corona.

Baca juga: Singapura Nol Korban Jiwa Covid-19, Bagaimana Caranya?

Di tengah wabah virus corona, warga Singapura terlihat memakai masker ketika menggunakan Mass Rapid Transit (MRT) Singapura di kawasan Outram Park, Rabu siang (01/04/2020)KOMPAS.com/ERICSSEN Di tengah wabah virus corona, warga Singapura terlihat memakai masker ketika menggunakan Mass Rapid Transit (MRT) Singapura di kawasan Outram Park, Rabu siang (01/04/2020)

Gan Kim Yong menambahkan, undang-undang baru ini berlaku selama enam bulan dan memberdayakan Menteri Kesehatan atau pejabat publik mana pun yang diizinkan olehnya untuk menunjuk petugas penegak hukum untuk memindak tegas warga yang melanggar perintah.

Petugas penegakan akan termasuk petugas polisi, petugas publik dan petugas kesehatan yang ditunjuk berdasarkan Undang-Undang Penyakit Menular.

Ia menambahkan, RUU tersebut memungkinkan Menteri Kesehatan untuk melarang acara dan pertemuan atau memaksakan kondisi tentang bagaimana mereka dilakukan dan pada partisipasi dalam kegiatan tersebut.

“Ini memungkinkan kami untuk mengatur acara dan pertemuan dengan lebih baik, termasuk yang berlangsung di tempat tinggal pribadi. Sebagai contoh, kami sebelumnya meminta acara tertentu dan pertemuan massa ditunda atau dibatalkan. Kami sekarang juga akan melarang pertemuan sosial dalam ukuran apa pun di ruang pribadi dan publik," ujar Gan.

Gan mencatat bahwa RUU tersebut juga membatasi pergerakan orang di tempat-tempat tertentu dan membatasi penggunaan tempat dan fasilitas tertentu.

Baca juga: 5 Hal Sederhana yang Dapat Dilakukan untuk Cegah Penyebaran Virus Corona

Hal ini termasuk penggunaan area umum seperti geladak hampa dan fasilitas bersama di perumahan dan Development Board estate dan kondominium pribadi.

“Dengan melakukan itu, mereka menempatkan diri mereka sendiri dan orang lain di sekitar mereka pada risiko infeksi. Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap orang-orang tersebut dan mengirimkan sinyal kuat untuk mencegah perilaku tersebut meniadakan upaya kolektif kami selama pemutus sirkuit penting ini untuk memperlambat infeksi, " katanya lagi.

Adapun hukuman selaras dengan hukuman di bawah Undang-Undang Penyakit Menular.

Bagi pelanggar pertama, hukumannya adalah denda hingga 10.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 114 juta (dengan kurs 1 dollar Singapura setara dengan Rp 11.406,78) penjara hingga enam bulan, atau keduanya.

Untuk pelanggaran kedua atau selanjutnya, hukumannya adalah denda hingga 20.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 228 juta, penjara hingga 12 bulan, atau keduanya.

Baca juga: Belajar dari Kisah Cynthia, Survivor Covid-19 di Negeri Singa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

16 Negara yang Lolos Berlaga di Sepak Bola Olimpiade Paris 2024, Termasuk Guinea

16 Negara yang Lolos Berlaga di Sepak Bola Olimpiade Paris 2024, Termasuk Guinea

Tren
Duduk Perkara Rektor Unri Polisikan Mahasiswa yang Protes UKT, Berakhir Cabut Laporan

Duduk Perkara Rektor Unri Polisikan Mahasiswa yang Protes UKT, Berakhir Cabut Laporan

Tren
Jarang Diketahui, Ini 9 Manfaat Jalan Kaki Tanpa Alas Kaki di Pagi Hari

Jarang Diketahui, Ini 9 Manfaat Jalan Kaki Tanpa Alas Kaki di Pagi Hari

Tren
Muncul Fenomena ASI Bubuk, IDAI Buka Suara

Muncul Fenomena ASI Bubuk, IDAI Buka Suara

Tren
Ramai soal ASI Bubuk, Amankah Dikonsumsi Bayi?

Ramai soal ASI Bubuk, Amankah Dikonsumsi Bayi?

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 10-11 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 10-11 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Pertandingan Indonesia Vs Guinea | Wacana Pembongkaran Separator Ring Road Yogyakarta

[POPULER TREN] Pertandingan Indonesia Vs Guinea | Wacana Pembongkaran Separator Ring Road Yogyakarta

Tren
Situs Panganku.org Beralih Fungsi Jadi Judi Online, Kemenkes dan Kemenkominfo Buka Suara

Situs Panganku.org Beralih Fungsi Jadi Judi Online, Kemenkes dan Kemenkominfo Buka Suara

Tren
Kapan Pengumuman Hasil Tes Online 1 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Hasil Tes Online 1 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Ramai soal Surat Edaran Berisi Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik, Ini Kata DLH

Ramai soal Surat Edaran Berisi Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik, Ini Kata DLH

Tren
Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Tren
Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Tren
Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Tren
Cerita Rombongan Siswa SD 'Study Tour' Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Cerita Rombongan Siswa SD "Study Tour" Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Tren
Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena 'Salah Asuhan', Ini Kata Ahli

Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena "Salah Asuhan", Ini Kata Ahli

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com