Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Kekhawatiran soal Wabah Virus Corona, Bagaimana agar Tak Panik?

Kompas.com - 09/03/2020, 06:31 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyebaran wabah virus corona masih meresahkan dunia. Hingga Minggu (8/3/2020), lebih dari 90 negara mengonfirmasi kasus positif terinfeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19.

Virus corona mewabah sejak akhir Desember 2019 di Kota Wuhan, Hubei, China, hingga akhirnya meluas ke banyak negara.

Di Indonesia, data terakhir menunjukkan ada enam orang yang dinyatakan positif terinfeksi virus corona.

Sementara itu, ratusan orang lainnya dalam pemantauan dan pengawasan.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, tak jarang membuat masyarakat panik. Bagaimana agar tak panik tetapi tetap waspada menghadapi ancaman wabah virus corona?

Konsultan motivasi The Happiness Experts Company, Paul Krismer, mengungkapkan, hal yang harus dilakukan adalah mengakui rasa takut, cemas, panik, dan khawatir yang mungkin Anda alami.

Baca juga: Pasien Tertua Berusia 100 Tahun Dinyatakan Sembuh dari Virus Corona

Rasa takut, cemas, panik, misalnya, muncul karena melihat langkanya masker atau kekhawatiran akan terjadi sesuatu sehingga terjadi panic buying

"Semua emosi harus dihormati. Jadi biarkan diri Anda merasakan apa pun yang Anda alami, alih-alih mendorong mereka," ujar Krismer, seperti dikutip South China Morning Post, Minggu (8/3/2020).

Ia juga menyarankan masyarakat untuk tidak terlalu lama dalam ruang emosi negatif tersebut.

"Anda harus mengambil perspektif rasional untuk masalah yang sangat nyata dan kompleks ini dan tanyakan pada diri Anda beberapa pertanyaan penting," lanjut dia.

Beberapa pertanyaan itu di antaranya:

  • Seberapa besar Covid-19 mengganggu diri Anda?
  • Tindakan pencegahan apa yang dapat diambil dan bagaimana saya dapat mengatasi kegelisahan ini? 

Menurut Krismer, seseorang akan menemukan kedamaian atau ketenangan ketika mengambil tindakan yang lebih praktis untuk masalah tersebut.

"Kekhawatiran dan ketakutan akan terasa jauh lebih ringan," ujar Krismer.

Baca juga: Viral Sepekan: Hoaks Tes Sederhana Deteksi Corona | Masker Bekas Harga Rp 330.000

Kekhawatiran juga cenderung membawa kita ke masa depan. Meskipun demikian, masa depan hampir selalu di luar kendali kita.

Oleh karena itu, Krismer mengatakan, penting untuk memikirkan hal yang sedang berlangsung saat ini.

"Banyak dari kita memiliki pemikiran yang mengalir di kepala kita yang memberi tahu kita apa yang harus dipikirkan atau dikhawatirkan," ujar Krismer.

Sebaiknya, kata dia, tak menganggap kekhawatiran yang muncul itu sebagai realita saat ini.

Isi pikiran dengan hal positif, seperti mayoritas dari kita dalam kondisi sehat, orang yang kita cintai baik-baik saja, dan hidup ini baik-baik saja. 

Menurut Krismer, dengan pola pemikiran seperti ini, dapat menjadi penangkal yang kuat untuk tidak mengkhawatirkan masa depan atau masa lalu.

Baca juga: Berikut 3 Kasus WNI di Singapura yang Positif Corona

Lawan rasa khawatir

Sementara itu, psikiater dari pusat Kesehatan Psikologi di Singapura, Dr. Lim Boon Leng mengungkapkan, sangat mudah untuk membiarkan hati menguasai pikiran kita dalam situasi  krisis.

Yang perlu diwaspadai adalah pikiran-pikiran negatif dan pikiran yang tidak masuk akal.

Oleh karena itu, kata Dokter Lim, masyarakat harus melawan rasa khawatir itu.  

Kekhawatiran yang tidak perlu tidak hanya menguras energi, tetapi juga menyebabkan kecemasan yang berdampak tidak baik bagi sistem kekebalan tubuh.

"Hal ini juga berguna untuk mengingat bahwa Anda tidak sendirian," ujar Lim yang juga ahli dalam gangguan kecemasan.

"Cobalah untuk menjadi kuat dan tetap positif bagi mereka. Kita tahu dari wabah sebelumnya, SARS yang merebak pada 2003, dan flu babi H1N1 pada 2009," lanjut dia.

Dari dua kasus wabah dunia itu, setidaknya orang-orang telah berhasil menghadapi masa sulit dan dapat mengatasi virus corona.

Baca juga: Hasil Penelitian: Virus Corona Sensitif dengan Suhu Tinggi, Bagaimana Penyebarannya?

Untuk membantu mengelola perasaan tidak enak, Lim menyarankan agar melakukan rutinitas harian seperti biasa.

Selain itu, atur jenis dan kuantitas informasi yang Anda konsumsi setiap harinya.

"Berikan waktu pada otak Anda untuk beristirahat dan jangan terlalu memikirkan apa yang telah Anda baca atau lihat," ujar Lim.

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah kecemasan dalam pikiran bisa dilakukan aktivitas-aktivitas berikut, di antaranya:

  • Olahraga secara teratur
  • Beraktivitas di luar sehingga mendapatkan udara segar
  • Makan makanan yang seimbang
  • Tidur cukup
  • Meluangkan waktu untuk perawatan diri.

Saat Anda sudah merasa baik, kuat, dan sehat, berarti Anda telah berhasil atau mampu mengatasi apa pun yang terjadi di sekitar Anda.

Baca juga: Karena Virus Corona Sejumlah Maskapai Operasikan Pesawat Tanpa Penumpang, Ini Alasannya

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Waspada Penularan Virus Corona Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com