Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Tengah Virus Corona, Terinfeksi hingga Disebut 'Momen Chernobyl'

Kompas.com - 17/02/2020, 05:45 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Virus corona masih terus mewabah dan meningkat jumlahnya. Hingga hari ini, Minggu (16/2/2020), total sebanyak 69.264 kasus infeksi virus corona COVID-19 telah terkonfirmasi di seluruh dunia.

Sementara, kematian akibat virus ini juga telah mencapai 1.669 orang dengan kasus kematian paling banyak di China.

Berbagai kisah pun hadir dari para korban ataupun penduduk negara-negara yang terdampak dari virus corona ini.

Salah satunya datang dari Liu Mengdi, salah satu penduduk yang berasal dari Wuhan, kota yang disebut sebagai pusat atau asal wabah virus corona baru ini.

"Hari ini adalah hari keenam isolasi kota. Saya pikir, isolasi ini membuat keluarga saya tidak keluar rumah dan menjadi lebih aman," tulis Liu pada 29 Januari lalu dari Italia, tempat ia tengah menempuh pendidikan universitas. 

Melansir The Guardian, ayah Liu yang berusia 54 tahun mengalami gejala radang tenggorokan dan batuk selama lima hari dan dinyatakan positif terkena virus.

Sementara, kakeknya yang berusia 90 tahun, juga menunjukkan gejala yang lebih serius, demam tinggi dan kesulitan bernapas.

"Seluruh orang di keluarga saya sangat khawatir. Tapi kami percaya, bahwa segalanya akan baik-baik saja. Terima kasih kepada orang-orang yang telah berjuang melawan wabah ini. Terima kasih untuk orang-orang yang telah membantu kami," tulis Liu.

Namun, tiga hari setelah ia menulis, yaitu 2 Februari 2020, kakeknya meninggal.

Baca juga: Indonesia Negatif Corona, Langkanya Masker Wajah, dan Naiknya Harga Kebutuhan Pokok

Tidak ada bantuan

Keluarga Liu adalah satu dari banyak pihak yang harus kehilangan orang yang dicintai. Beberapa hari sebelum kakeknya meninggal, ia mengalami demam sepanjang malam dan jatuh dari tempat tidur.

Saat keluarganya memanggil ambulans, mereka diberitahu bahwa tidak ada gunanya untuk membawanya ke rumah sakit. 

Keluarganya pun menghubungi pengurus lingkungan setempat yang diberi tanggungjawab untuk melaksanakan pemeriksaan, karantina, dan transportasi ke rumah sakit. Namun, tidak ada bantuan. 

Bahkan, Liu sempat mengunggah cerita keluarganya di Weibo, memohon bantuan, dan juga mengontak media lokal.

Akhirnya, tenaga kesehatan datang ke rumahnya, mengambil sampel darah dari kakek Liu dan menyarankannya mencari tempat lain untuk melakukan tes diagnostik lengkap. Sebab, peralatan ini terbatas persediaannya di seluruh kota.

Namun, keluarganya disarankan untuk berhenti melakukan panggilan atau mengunggah permintaan bantuan dan hanya mengunggah pesan-pesan positif.

Baca juga: Virus Corona Gerus Ekonomi Singapura hingga 1 Persen

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com