Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laili Roesad, Diplomat Perempuan Pertama Indonesia

Kompas.com - 16/02/2020, 07:06 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laili Roesad. Namanya dikenal dalam dunia diplomasi Indonesia. Perjalanan Lili Roesad meneguhkan bahwa peran perempuan dalam perjalanan sejarah Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata.

Lili Roesad adalah diplomat perempuan pertama Indonesia.

Perempuan kelahiran 12 September 1916 juga mencatatkan diri sebagai perempuan pertama Sumatera Barat yang mendapatkan  gelar Sarjana Hukum.

Pendidikan

Putri sulung Datuk Perpatih Baringek dari Payakumbuh ini menyelesaikan studinya di Rechtshogeschool Jakarta pada 1941.

Harian Kompas, 5 April 1973, mencatat, Laili mengaku bahwa keberhasilannya dalam menamatkan studinya itu tak lepas dari peran ibunya.

Sang ibu merupakan wanita Minang pertama yang belajar di MULO, meski tidak sampai tamat karena harus menikah.

Pendidikan ibunya inilah yang mendorong Laili untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi.

Awalnya, Laili memiliki cita-cita untuk menjadi hakim, bukan seorang diplomat. Cita-cita itu didorong rasa ingin tahunya bagaimana praktik seseorang memberikan keputusan berdasarkan hukum-hukum yang dipelajarinya.

Namun, impiannya tak terkabul karena belum ada tempat bagi wanita untuk menjadi hakim pada masa itu.

Karier

Diplomat perempuan pertama Indonesia, Laili RoesadKOMPAS/ISTIMEWA Diplomat perempuan pertama Indonesia, Laili Roesad
Ia pun terpaksa bekerja sebagai pegawai biasa pada Raad van Justite (Dewan Kehakiman) di Padang.

Kariernya di Departemen Luar Negeri dimulai pada 1949 setelah dibantu oleh kawannya, Mohammad Roem.

Sejak 1952, Laili sering menjadi anggota delegasi Indonesia di sidang umum PBB.

Ia juga pernah menjadi Deputi Wakil Tetap di organisasi dunia itu bersama Soedjarwo Tjondronegoro.

Seperti diberitakan Harian Kompas, 15 Oktober 1978, Laili Roesad menjabat duta besar setelah mengikuti post graduate course tentang hukum internasional di London selama dua tahun.

Laili ditugaskan menjadi Duta Besar Belgia pada 1959-1964 dan Duta Besar Austria pada 1967-1970.

Ia bahkan pernah menerima bintang tanda jasa dari Pemerintah Belgia dan Luxemburg.

Selama kariernya, Laili kerap mengikuti konferensi-konferensi internasional, di antaranya tentang hukum diplomatik, tenaga atom di Winam, dan perundingan mengenai masalah Irian Barat.

Pandangan

Bagi Laili, perempuan harus pandai-pandai menyesuaikan diri dan berhati-hati dalam bertindak.

Sebab, ia sadar betul bahwa dunia ini adalah "dunia kaum pria". Hal-hal yang dianggap wajar dan tak dipergunjingkan jika dilakukan pria, bisa heboh jika yang melakukannya adalah perempuan.

Menurut dia, realitas inilah yang harus dihadapi perempuan sehingga perlu mempersiapkan diri.

Sepanjang hidupnya, Laili memilih independen dalam menjalani kehidupan pribadi. Ia tak pernah memasuki suatu partai politik dan organisasi.

Dalam pandangannya, sulit bagi wanita saat itu untuk menyatukan antara karier dan kedudukan sebagai seorang istri atau ibu rumah tangga.

"Jika memilih yang satu, maka lainnya terpaksa dikorbankan, jika ia tidak menginginkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," kata Laili.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com