Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Pemulangan Eks Simpatisan ISIS dan Istilah "Eks WNI" dari Jokowi...

Kompas.com - 14/02/2020, 06:10 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wacana soal pemulangan warga negara Indonesia yang menjadi simpatisan ISIS dan kini berada di Suriah sempat menjadi perbincangan beberapa pekan ini.

Terakhir, dengan tegas Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan para pendukung ISIS di Suriah.

Selain itu, Presiden Jokowi menggunakan istilah "ISIS eks WNI" untuk menyebut pendukung ISIS yang berasal dari Indonesia.

"Pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS eks WNI," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (12/2/2020).

Bagaimana melihat sikap pemerintah dan pernyataan Jokowi dengan istilah "eks WNI" itu?

Pakar Hukum Internasional Universitas Islam Indonesia Jawahir Thontowi mengatakan, sikap menolak pemulangan simpatisan ISIS ke Indonesia merupakan sikap rasional dan ekstra hati-hati dari pemerintah.

"Pengumuman penolakan eks ISIS WNI lebih merupakan sikap rasional dan ektra hati-hati pemerintah untuk lebih mengutamakan perlindungan terhadap keamanan 270 juta WNI," kata Jawahir kepada Kompas.com, Kamis (13/2/2020).

Baca juga: Jokowi: Pemerintah Tak Berencana Pulangkan ISIS Eks WNI

Dalam tingkat realitas politik, menurut Jawahir, pemerintah telah bersikap dinamis.

Alasannya, pemerintah tak hanya memiliki opsi untuk menerima anak-anak berumur di bawah 10 tahun, tetapi juga wanita yang tidak tergolong kombatan menjadi pertimbangan pemerintah.

Jawahir mengatakan, persoalan mengenai ISIS ini tak bijak jika direspons dengan penuh kebencian.

"Tak bijak ketika ada beberapa pakar dan elite politik yang melihat kasus ISIS dengan penuh kebencian dengan menyebut anak-anak dan perempuan WNI yang diduga jadi korban juga harus ditolak. Sesungguhnya berlawanan dengan sila Kemanusiaan yang Beradab," ujar dia.

Menyoal status WNI

Soal status WNI tersebut, Jawahir menegaskan, pemerintah tidak dapat memutuskan status kewarganegaraan secara sepihak.

Berdasarkan hukum nasional, undang-undang dan peraturan pemerintah, Indonesia seharusnya mempertimbangkan HAM internasional.

Sebab, Indonesia merupakan anggota PBB, bahkan sekarang anggota Dewan Keamanan PBB.

Ia berpandangan, warga Indonesia yang terlibat ISIS tak bisa langsung menghilangkan status kewarganegaraan tanpa melalui proses hukum.

"Pelanggaran dilakukan eks ISIS terhadap UU Indonesia tidak otomatis musnah status WNI kecuali ada proses peradilan secara terbuka. Tentu peradilan tidak harus di indonesia, boleh di luar negeri," ujar Jawahir.

Baca juga: Jokowi Pakai Istilah ISIS Eks WNI, Ini Penjelasan Istana

Jika eks anggota ISIS tersebut dikategorikan sebagai teroris, maka berlaku prinsip juridiksi universal.

Artinya, eks anggota ISIS yang juga teroris dapat diadili di pengadilan di luar negeri atau melalui Mahkamah Internasional.

"Dalam konteks inilah, penanganan ISIS tidak dapat hanya dibebankan pada satu negara, Indonesia, tetapi menuntut kekuatan multilateral," kata Jawahir.

Terkait pembakaran paspor atau simbol negara lainnya yang dilakukan eks ISIS tersebut, Jawahir menegaskan, hal itu tak bisa menghapus kewarganegaraan seseorang.

Tindakan tersebut masuk pada penghinaan terhadap negara.

"Memang perbuatan itu tergolong pelanggaran dan juga kejahatan atas negara. Tetapi lebih pada penghinaan terhadap negara," kata Jawahir.

Sementara itu, istilah ISIS eks WNI yang digunakan Jokowi dinilai Jawahir sebagai pernyataan yang multitafsir.

"Diksi tersebut masih multitafsir, kecuali pencabutan kewarganegaraan tersebut melalui mekanisme hukum peradilan, putusan yang inkrah," kata Jawahir.

Menurut dia, pernyataan Jokowi tersebut tidak bisa secara otomatis mencabut status kewarganegaraan WNI.

Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 Pasal 31, ada beberapa hal yang bisa membuat seorang WNI dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya:

a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
c. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden
d. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia
e. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut
f. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalamm pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing
g. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya, atau
h. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia keapada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com