KOMPAS.com - Wacana soal pemulangan warga negara Indonesia yang menjadi simpatisan ISIS dan kini berada di Suriah sempat menjadi perbincangan beberapa pekan ini.
Terakhir, dengan tegas Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan para pendukung ISIS di Suriah.
Selain itu, Presiden Jokowi menggunakan istilah "ISIS eks WNI" untuk menyebut pendukung ISIS yang berasal dari Indonesia.
"Pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS eks WNI," ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (12/2/2020).
Bagaimana melihat sikap pemerintah dan pernyataan Jokowi dengan istilah "eks WNI" itu?
Pakar Hukum Internasional Universitas Islam Indonesia Jawahir Thontowi mengatakan, sikap menolak pemulangan simpatisan ISIS ke Indonesia merupakan sikap rasional dan ekstra hati-hati dari pemerintah.
"Pengumuman penolakan eks ISIS WNI lebih merupakan sikap rasional dan ektra hati-hati pemerintah untuk lebih mengutamakan perlindungan terhadap keamanan 270 juta WNI," kata Jawahir kepada Kompas.com, Kamis (13/2/2020).
Baca juga: Jokowi: Pemerintah Tak Berencana Pulangkan ISIS Eks WNI
Dalam tingkat realitas politik, menurut Jawahir, pemerintah telah bersikap dinamis.
Alasannya, pemerintah tak hanya memiliki opsi untuk menerima anak-anak berumur di bawah 10 tahun, tetapi juga wanita yang tidak tergolong kombatan menjadi pertimbangan pemerintah.
Jawahir mengatakan, persoalan mengenai ISIS ini tak bijak jika direspons dengan penuh kebencian.
"Tak bijak ketika ada beberapa pakar dan elite politik yang melihat kasus ISIS dengan penuh kebencian dengan menyebut anak-anak dan perempuan WNI yang diduga jadi korban juga harus ditolak. Sesungguhnya berlawanan dengan sila Kemanusiaan yang Beradab," ujar dia.
Soal status WNI tersebut, Jawahir menegaskan, pemerintah tidak dapat memutuskan status kewarganegaraan secara sepihak.
Berdasarkan hukum nasional, undang-undang dan peraturan pemerintah, Indonesia seharusnya mempertimbangkan HAM internasional.
Sebab, Indonesia merupakan anggota PBB, bahkan sekarang anggota Dewan Keamanan PBB.
Ia berpandangan, warga Indonesia yang terlibat ISIS tak bisa langsung menghilangkan status kewarganegaraan tanpa melalui proses hukum.