Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Program Mendikbud Mahasiswa Magang 3 Semester, Pengamat: Pahami Karakter Perguruan Tinggi

Kompas.com - 25/01/2020, 19:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar yang ditujukan bagi pendidikan tinggi.

Kebijakan tersebut diberi nama Kampus Merdeka.

Salah satu isinya adalah memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar program studi.

Nadiem menilai saat ini bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru.

Terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa.

Namun rencana kebijakan mantan bos Gojek itu mendapatkan kritikan dari beberapa pihak.

Baca juga: Ini Rangkuman 4 Kebijakan Kampus Merdeka Mendikbud Nadiem

Karakter perguruan tinggi

Salah satu kritikan datang dari pengamat pendidikan Darmaningtyas. Ia menganggap bahwa Mendikbud Nadiem Makarim tidak memahami karakter perguruan tinggi.

Menurut Darmaningtyas Nadiem perlu memahami terlebih dulu karakter masing-masing perguruan tinggi di yang ada di Indonesia. 

Perguruan tinggi di Indonesia, kata Darmaningtyas ada beberapa macam, yaitu politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.

"Nadiem itu tidak paham tentang pendidikan tinggi yang beragam. Pendidikan tinggi itu ada politeknik, sekolah tinggi, institut, ada universitas," katanya kepada Kompas.com, Sabtu (25/1/2020).

Ia menyebutkan bahwa politeknik memang diharapkan menghasilkan lulusan yang langsung siap kerja.

Tapi hal itu menurut Darmaningtyas berbeda dengan universitas yang memang ditujukan untuk menyiapkan analis, konseptor serta pemikir.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Kebijakan Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya

Karenanya, ia menilai bahwa desain pendidikan di setiap bentuk perguruan tinggi harus berbeda.

"Kalau politeknik memang diharapkan lulus langsung kerja seusai dengan bidangnya. Karena itu, pemagangan jadi sangat penting bagi kompetensi mereka," jelasnya.

Apabila konsep tersebut diterapkan, maka ia khawatir perguruan tinggi hanya akan melahirkan manusia-manusia pekerja, bukan manusia pemikir.

Sehingga akibatnya, Indonesia akan mudah ditipu oleh bangsa lain yang memiliki pemikir-pemikir handal.

"Kalau konsep itu dilaksanakan, justru nanti hanya akan melahirkan manusia-manusia pekerja, tapi enggak ada yang bisa berpikir. Akibatnya kita dikadalin bangsa lain yang punya pemikir-pemikir ulung," jelasnya.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Makarim Mengaku Penggemar Netflix

Kembangkan fakultas sains dan teknologi

Dibandingkan dengan menerapkan konsep itu, Darmaningtyas menilai jika pengembangan fakultas-fakultas sains dan teknologi untuk saat ini lebih penting.

Sebab, saat ini universitas di Indonesia masih didominasi oleh fakultas sosial humaniora.

Selain itu, banyaknya perguruan tinggi abal-abal juga harus menjadi perhatian serius pemerintah.

"Intinya, yang harus diperbaiki itu universitas kita yang banyak fakultas-fakultas humaniora dan PTS yang abal-abal," tutur pria yang pernah menjadi pengurus Majelis Luhur Taman Siswa itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com