Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelisik Awal Mula Munculnya Klitih di Yogyakarta...

Kompas.com - 14/01/2020, 06:00 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

Istilah klitih

Mengutip Harian Kompas, 18 Desember 2016, dalam Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito, kata klithih tidak berdiri tunggal, tetapi merupakan kata ulang, yaitu klithah-klithih.

Kata klithah-klithih itu dimaknai sebagai berjalan bolak-balik agak kebingungan. Sama sekali tidak ada unsur kegiatan negatif di sana.

Sementara itu, pakar bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Pranowo, mengartikan klithah sebagai keluyuran yang tak menentu atau tak jelas arah.

Klithah-klithih tergolong dalam kategori dwilingga salin suara atau kata ulang berubah bunyi, seperti mondar-mandir dan pontang-panting.

”Dulu, kata klithah-klithih sama sekali tidak ada unsur negatif, tapi sekarang dipakai untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas. Katanya pun hanya dipakai sebagian, menjadi klithih atau nglithih yang maknanya cenderung negatif,” kata Pranowo.

Baca juga: Terduga Pelaku Pembacokan di Kebayoran Lama dari Geng Pelajar

Ada 81 geng sekolah di DIY

Banyaknya kasus kekerasan yang melibatkan remaja juga diduga terkait dengan banyaknya keberadaan geng sekolah.

Kapolda DIY saat itu, Brigjen Pol Ahmad Dofiri, seperti dikutip dari Harian Kompas, 17 Maret 2017 menyebutkan, setidaknya ada 81 geng sekolah di DIY.

Jumlah itu terdiri dari 35 geng sekolah di Kota Yogyakarta, 27 geng sekolah di Kabupaten Sleman, 15 geng sekolah di Kabupaten Bantul, serta masing-masing 2 geng sekolah di Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul.

”Mereka (para remaja yang melakukan kekerasan) ini hidup dalam ikatan kelompok berupa geng baik di sekolah maupun di luar sekolah,” kata Dofiri.

Perlindungan Keluarga

Mengenai fenomena klitih ini, Soeprapto menyebutkan, pihak keluarga, sekolah, lembaga pendidikan, agama dan kepolisian bisa duduk bersama mencari solusi.

Ia juga menyoroti peran penting keluarga dalam kasus tersebut.

Menurut Soeprapto, banyak kasus terjadi pada malam hari. Jika orang tua bisa ketat melakukan pengawasan, kecil kemungkinan terjadi bentrokan antarpelajar.

"Fungsi perlindungan keluarga juga penting. Kalau dulu anak dianiaya sambatnya ke orang tua, tapi sekarang pada kelompoknya. Itu menandakan fungsi keluarga melemah," kata dia.

Baca juga: Kapolda DIY Prihatin Pelaku Klitih Berusia Remaja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com