KOMPAS.com - Sebuah unggahan berisi penampakan langit di Jakarta yang berwarna gelap beredar di media sosial Twitter pada Senin (23/12/2019).
Salah satu pengguna Twitter @alonkii mengunggah dua foto kondisi langit yang dinilai mengerikan itu.
Anjay Jakarta ngeri banget ada apaan nih pic.twitter.com/A8uGZajn2E
— IG: alonkii (@alonkii) December 23, 2019
"Anjay Jakarta ngeri banget ada apaan nih," tulis @alonkii dalam twitnya.
Melihat kenampakan langit yang terkepung awan, unggahan tersebut lantas menjadi ramai di platform Twitter.
Hingga kini twit itu telah di-retwit sebanyak 10.500 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 25.100 kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Baca juga: Berikut Alasan Kominfo Blokir Situs IndoXXI
Sementara itu, ada sejumlah warganet yang menyangka bahwa gambar tersebut merupakan editan semata.
Hal tersebut dibantah oleh pemilik akun @MrDik91 yang juga mengunggah kondisi langit gelap dengan perspektif yang berbeda.
Ini w kasih videonya, biar ga dikira editan. Haha. Diambil sekitar jam 17.30. Dan hujan deras setelahnya. pic.twitter.com/n2rqZ9DcqQ
— Diik (@MrDik91) December 23, 2019
"Ini w kasih videonya, biar ga dikira editan. Haha. Diambil sekitar jam 17.30 WIB. Dan hujan deras setelahnya," tulis akun @MrDik91 dalam twitnya.
Kemudian, saat dikonfirmasi kepada @alonkii, ia menyampaikan bahwa foto tersebut dibidiknya di Gedung Millennium Centennial Center (MCC), Jakarta Selatan.
"Aku dari MCC lantai 39, fotonya ke arah Sudirman, arah Plaza Semanggi (Bundaran Senayan)," ujar pemilik akun @alonkii kepada Kompas.com Selasa (24/12/2019).
Baca juga: Sempat Jadi Trending Topic di Twitter, Ini Profil Bambang Pamungkas
Di sisi lain, Kompas.com juga mengonfirmasi astronom amatir Marufin Sudibyo terkait fenomena di langit Jakarta itu.
Marufin mengatakan bahwa awan gelap tersebut merupkan dasar awan Cumulonimbus.
"Singkatnya, kalau mengacu ke ketampakan dasar awan dan citra satelit, itu dasar awan Cumulonimbus," ujar Marufin, Selasa (24/12/2019).
Menurutnya, awan Cumulonimbus merupakan awan penyebab hujan lebat dan (terkadang) menimbulkan badai, baik dalam bentuk hailstorm (hujan es) maupun hujan badai.
"Jadi, kalau mengacu ke data satelit Himawari 8, ada pertumbuhan awan Cumulonimbus di atas Jakarta hingga Bogor Senin sore. Tapi sisi utara Jakarta tidak ditutupi awan itu," lanjut dia.
Terkait awan tersebut, Marufin menjelaskan, awan Cumulonimbus terbentuk dari gabungan awal cumulus (awan rendah yang nampak bergumpal-gumpal) dan awan nimbus (yang tergolong awan tinggi).
Selain itu, menilik fenomena dasar awan Cumulonimbus, ia menyampaikan bahwa fenomena itu umumnya berada pada ketinggian kurang lebih 2.000 meter di atas paras tanah.
Sementara, puncaknya dapat melambung tinggi hingga mencapai kurang lebih 15.000 km mendekati batas lapisan stratosfer.
"Ia terbentuk salah satunya akibat tekanan udara setempat lebih rendah. Di citra satelit sangat khas, karena memiliki suhu puncak awan paling rendah (hingga bisa di bawah 0 derajat celsius) akibat menjulang sangat tinggi," terang Marufin.
Sebelumnya, fenomena kenampakan awan Cumulonimbus pernah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Misalnya, di Aceh Tengah pada Juli 2019 lalu.
Saat itu, adanya awan Cumulonimbus di Aceh Tengah menyebabkan hujan es sebesar kelereng.
Salah satu warga menyebutkan bahwa hujan es terjadi lantaran ada awan Cumulonimbus dengan tinggi dasar awan yang sangat dekat dengan permukaan tanah dan di bawah awan, menyebabkan suhu udara menjadi sangat dingin.
Baca juga: Fenomena Topi Awan yang Terjadi Serentak di 4 Gunung, Ada Apa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.