Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angin Revolusi Arab Spring Berembus Kembali?

Kompas.com - 30/11/2019, 14:47 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gelombang aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di sejumlah Negara Arab dalam beberapa bulan terakhir.

Kondisi ekonomi negara yang tak kunjung membaik, angka pengangguran tinggi, dan korupsi yang merajalela melatarbelakangi aksi protes tersebut.

Di Irak, demonstrasi mulai berlangsung sejak 1 Oktober 2019 lalu ketika ribuan warga turun ke jalanan Bagdad untuk melakukan aksi protes kepada pemerintah.

Aksi protes yang bermula di Baghdad itu kemudian meluas di berbagai daerah, seperti Baqudah, al-Mutsanna, ad-Diwaniyah, Najaf, Dhi Qar, dan Basrah.

Para demonstran menganggap pemerintah acuh terhadap masalah negara serta lebih mementingkan kehidupan pribadinya.

Sejak 2004, diyakini hampir 450 miliar dollar AS dana publik mengalir ke para politisi dan pengusaha.

Hal tersebut menempatkan Irak sebagai negara paling korup ke-12 di dunia, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi Internasional 2018.

Sayangnya, aksi yang bermula secara spontan dan damai itu berubah menjadi aksi berdarah. Pasalnya, pihak keamanan justru menembakkan peluru tajam ke arah demonstran.

Hingga saat ini, aksi demonstrasi yang berlangsung selama dua bulan itu menelan korban sekitar 400 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka.

Baca juga: Protes di Irak Masih Berlanjut, 46 Orang Dikabarkan Tewas

Mengundurkan Diri

Demonstran Irak ketika berkumpul di depan Kantor Konsulat Iran yang berlokasi di kota suci Najaf pada 27 November 2019. Insiden itu terjadi saat negeri itu dihantam krisis dalam dua bulan terakhir.AFP/- Demonstran Irak ketika berkumpul di depan Kantor Konsulat Iran yang berlokasi di kota suci Najaf pada 27 November 2019. Insiden itu terjadi saat negeri itu dihantam krisis dalam dua bulan terakhir.

Hasilnya, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengajukan pengunduran diri pada Jumat (29/11/2019).

Usai pengumuman itu, para demonstrasi menyambutnya dengan perayaan di Lapangan Tahrir, Baghdad.

Apa yang terjadi di Irak kemudian mengilhami negara tetangganya, Lebanon untuk melakukan aksi serupa.

Hampir seluruh lapisan masyarakat terlibat dalam unjuk rasa. Hal itu merupakan peristiwa langka di Lebanon, mengingat sentimen agama dan madzab dikenal kuat di negara kelahiran Kahlil Gibran itu.

Para demonstran mengecam rencana pemungutan pajak jenis baru, yaitu 20 sen pound Lebanon per hari kepada pengguna layanan pesan singkat melalui internet.

Mereka juga menuntut agar pemerintah mundur dari jabatannya.

Tak butuh waktu lama, 13 hari sejak dimulai aksi protes, Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri pun memutuskan untuk mengundurkan diri pada 29 Oktober 2019.

Dua aksi besar di Irak dan Lebanon tersebut tentu mengingatkan kita akan peristiwa Arab Spring pada 2011 lalu.

Aksi demonstrasi yang bermula di Tunisia dan berhasil melengserkan Presiden Ben Ali menular ke negara-negara tetangganya, seperti Mesir, Libya, dan Suriah.

Mesir kemudian berhasil menurunkan Presiden Housni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun, disusul dengan Muammar Khadafi di Libya.

Meski demonstrasi di Suriah tak berhasil melengserkan Bashar al-Assad, tapi aksi tersebut menjadi awal dari konflik panjang di Suriah yang terjadi hingga hari ini.

Baca juga: Mengenal Kota Sharm el-Sheikh, Bali-nya Mesir

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com