Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Telur Terkontaminasi Dioksin, Bagaimana Awal Mulanya?

Kompas.com - 20/11/2019, 05:53 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Menurut Yuyun, pengambilan sampel telur pada penelitian di Tropodo dan Bangun dilakukan dengan pertimbangan kemudahan dibanding cara-cara lain seperti pengambilan susu ternak atau lemak.

Sementara, ayam buras menjadi sampel yang diambil karena dianggap ideal. Sebab, potensinya lebih besar terpapar dioksin dengan mobilitas yang dilakukannya.

Oleh karena itu, sampel telur juga dikumpulkan untuk diuji dioksinnya.

Limbah plastik impor

Terkait pengambilan sampel di lingkungan dengan impor limbah plastik, Yuyun menyebutkan, sejak 3 tahun lalu, Ecoton dan Nexus3 (dulunya BaliFocus) sudah mengamati meningkatnya impor plastik ke Indonesia karena China menutup pintu untuk impor plastik ke negaranya. 

"Lima tahun lalu, belum seganas sekarang. Jadi, mulai mengganas sejak 2017 sebetulnya. Karena jumlah sampah plastik yang diterima oleh pabrik-pabrik kertas di Jawa Timur melonjak tajam," papar Yuyun.

Data awal diperoleh dari beberapa kegiatan yang dilakukan IPEN sehingga ada milis laporan.

Tahun lalu, salah satu laporan adalah tentang plastic trends di Indonesia, termasuk peta sebaran, dampak, dan implikasinya.

Baca juga: Limbah Plastik Impor yang Dianggap Racuni Indonesia dalam Sorot Media Internasional...

Menurut Yuyun, yang mencolok dari laporan  yang diperoleh adalah penggunaan plastik sebagai bahan bakar di industri tahu dan bakar kapur.

"Macam-macam aplikasinya, tapi karena enggak pernah ada yang bikin penelitian tentang itu, kami ambil sampel telur dari Tropodo untuk penelitian awal karena kami juga enggak tahu hasilnya. Makanya kami hanya mengambil 3 sampel," jelas Yuyun.

Pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor.

"Jadi, harus ada hubungannya, sampelnya. Kami mengambil sampel tanah juga selain telur. Supaya kami bisa melihat sambungannya. Di Tropodo dan Bangun, kami sempat keliling dulu, kira-kira di mana yang sampelnya relevan," lanjut dia.

Rekomendasi

Ia mengatakan, secara umum ada tiga rekomendasi yang disampaikan melalui hasil mini report tersebut:

  1. Masyarakat untuk sementara waktu tak mengonsumsi telur dan ayam di Tropodo dan Bangun sampai ada penelitian lebih lanjut atau pengumuman dari pemerintah yang membuktikan bahwa konsentrasi dioksin dalam telur dan ayam di Tropodo dan Bangun tidak mengandung dioksin.
  2. Menghentikan pembakaran plastik. 
  3. Pemerintah diminta melakukan pemantauan dioksin

Menurut Yuyun, rekomendasi ini telah disampaikan kepada pemerintah daerah dan dinas terkait.

"Jadi, karena yang di lapangan itu dan punya wilayah adalah Ecoton. Ecoton sudah mengirimkan surat kepada Pemda, kepada dinas terkait, sudah melakukan pertemuan dengan warga," kata Yuyun.

Baca juga: Ramai soal Pabrik Tahu yang Gunakan Sampah Plastik, Ternyata Sampahnya dari Limbah Impor

Namun, Yuyun mengatakan, respons yang diberikan oleh warga maupun asosiasi peternak tidak mendukung laporan yang disampaikan.

"Kami bukan merupakan ancaman bagi peternak-peternak besar. Kami mendukung, justru dengan penelitian ini, kami menyampaikan bahwa keamanan pangan itu perlu dijaga dan sumber polusinya, plastik dan paper industry  yang harus diperhatikan, karena mereka akan mempengaruhi kualitas telur dan ternak," ujar dia.

Menurut dia, ayam buras harus dilindungi karena hingga kini memiliki citra yang lebih sehat ketimbang ayam broiler.

"Ini harus konsisten, kalau kita mau melindungi ayam buras, sumber racunnya harus ditolak, harus dihilangkan," kata Yuyun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com