Sunu juga mengatakan bahwa selama masih ada yang percaya bahwa sesuatu dapat dicapai dengan bantuan kekuatan gaib, penggunaan jimat dalam kompetisi apa pun akan tetap ada.
"Kepercayaan seperti itu kini tersebar lewat getok tular yang dibantu dengan teknologi komunikasi. Info apa pun, termasuk info yang bertalian dengan jimat, kini bisa tersebar lewat internet, bahkan lewat WA (aplikasi WhatsApp)," ujar Sunu.
"Karena ada nilai ekonomisnya, jimat pun bisa dibisniskan/dikomersilkan. Orang yang tadinya tidak kenal jimat itu apa, tidak tahu-menahu soal mistik, jadi ingin mencoba," tambah Sunu melalui pesan tertulis.
Ia mengatakan bahwa masyarakat mudah sekali dipengaruhi oleh cerita-cerita dari mulut ke mulut atau lebih suka dan percaya mendengarkan langsung ketimbang membaca.
"Nah, hal-hal yang sifatnya mistik tadi kan mudah sekali ditularkan lewat omongan", ungkap Sunu.
Selain itu, Sunu menilai bahwa praktik-praktik penjualan jimat ataupun perdukunan memiliki motif ekonomi yang sangat kuat.
Dari fenomena tersebut, Sunu menyatakan bahwa penurunan tingkat fenomena penggunaan hal-hal mistik dapat diupayakan melalui jalur pendidikan meskipun ia menganggapnya masih kurang mempan.
"Mungkin orang-orang yang bergerak di bidang agama harusnya juga ikut mengurangi itu. Jangan percaya pada hal-hal seperti itu, harusnya begitu," kata Sunu.
"Tapi ya itu tadi, mungkin harus dari rumah juga, dari keluarga, kalau bapak ibunya sudah biasa menggunakan praktik seperti itu, nanti dia akan tularkan itu kepada anaknya," imbuhnya.
Namun, yang jelas, Sunu menilai bahwa ilmu pengetahuan dan rasionalitas adalah hal yang dapat menghilangkan kepercayaan tersebut.
"Saya kira, yang bisa menghilangkan sebetulnya ilmu pengetahuan, rasionalitas. Nah orang makin belajar mestinya makin mengandalkan rasionalitasnya daripada kepada hal-hal yang semacam itu. Tapi balik lagi, seberapa orang kuyub dengan ilmu yang dipelajari," tutur Sunu.
Baca juga: Panitia Tes CPNS di Madiun: Kami Berulangkali Melarang Peserta Bawa Jimat, tapi...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.