KOMPAS.com - Media sosial tengah diramaikan dengan adanya topik mengenai guru honorer yang dianggap belum mendapatkan hak yang pantas untuk memenuhi kebutuhannya.
Pasalnya, guru honorer dikabarkan masih menerima upah relatif rendah, yakni kisaran ratusan ribu per bulannya.
Adapun angka tersebut masih jauh dari batas upah minimum daerah.
Lantas, dengan besaran upah yang kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup, bagaimana harapan dan kisah dari guru honorer ini?
Salah satu guru honorer di SD Negeri Karangsari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Aris Wijayanto mengungkapkan kisahnya.
Aris menganggap upah yang diterimanya sebagai guru honorer setiap bulan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Ia mengatakan bahwa upah yang diterimanya sebagai guru honorer sebesar Rp 700.000 per bulan.
Namun, di balik kasus tersebut, Aris mengaku belum ada kepastian dari pemerintah untuk menjadi ASN.
"Kalau mencukupi jelas belum, yang menyedihkan lagi, kami yang bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun bekerja membantu pemerintah menyukseskan program pendidikan tapi setelah ada kesempatan menjadi ASN malah diberikan orang lain," ujar Aris saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/11/2019).
Baca juga: Sepak Terjang Yasonna Laoly, dari Politisi, Menkumham hingga Guru Besar Kriminologi
Aris juga mengenang bahwa saat itu alasan yang disampaikan pemerintah, yakni ASN diterima dengan usia yang sudah di atas 35 tahun.
"Padahal usia kami habis untuk mengabdi ke negara juga," ujar Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri (FHSN) Kabupaten Gunungkidul ini.
Sementara, pria yang telah menekuni sebagai guru honorer sejak 13 tahun ini mengungkapkan bahwa pemerintah belum memberikan kemudahan atau pelayanan bagi guru honorer, kecuali peningkatan kesejahteraan dari pemerintah daerah (Pemda) berupa kenaikan upah sebesar Rp 700.000 per bulan.
Upah itu pun baru didapatkan oleh Aris pada April 2019.
"Padahal keberadaan kami sudah diketahui pemerintah pusat lewat Data Pokok Kependidikan (Dapodik) yang langsung terintegrasikan dengan Dirjen Kemendikbud," ujar Aris.
Tak hanya itu, Aris mengatakan bahwa jam kerja dan beban bagi guru honorer dan pegawai negeri sipil (PNS) lainnya terbilang sama.