Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Daging Penyu Dijual Seharga Rp 50.000, Ini Faktanya

Kompas.com - 07/11/2019, 19:33 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan di media sosial Twitter diramaikan oleh sebuah tangkapan layar yang memperlihatkan penyu yang sudah dikuliti untuk dijual bebas pada Rabu (6/11/2019).

Adapun unggahan tersebut dibagikan oleh akun Twitter bernama @cokecainne.

Sampai hari ini, Kamis (7/11/2019) pukul 16.00 WIB, unggahan tersebut sudah mendapat 4,4 ribu retweet dan 5,5 ribu like.

Dalam unggahan tersebut dijelaskan, bahwa di Sumba, daging penyu dijual secara bebas.

Dalam postingannya, akun tersebut menuliskan,"Disumba penyu dijual kayak gini, sumpah gatega."

Penelusuran Kompas.com

Kompas.com pun mencoba menghubungi pembuat tangkapan layar tersebut, yakni seorang dokter gigi yang bernama Cornelia Laetitia Rainesti.

Ketika dikonfirmasi, Cornelia mengatakan kejadian tersebut terjadi di Desa Pero, Kecamatan Bondo Kodi, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (6/11/2019).

Ia menceritakan, saat itu dirinya pergi ke pasar Pero untuk berbelanja mencari ikan dan sayur.

Sessampainya di pasar, ia mendapati penyu-penyu yang dijual bebas secara tidak sengaja.

Ketika melihat penyu tersebut diperjualbelikan, ia lantas menanyakan harga dari daging-daging penyu yang dijual tersebut kepada penjual.

Dari penjual tersebut, diketahui harga daging penyu tersebut Rp 50.000.

Baca juga: Viral di Medsos, Sukirman Penderita Tumor Ganas di NTB Butuh Bantuan

Saat ditanya, terkait penyu-penyu yang sudah dikuliti itu, pihak penjual, imbuhnya hanya mengatakan agar mudah dimakan. 

Cornelia mengaku sempat memberikan peringatan kepada para penjual tersebut agar tidak lagi memperjualbelikan daging penyu karena masuk dalam hewan yang dilindungi. 

"Jadi saya cuma ya udahlah, mau marahin juga bingung, kepikiran untuk memberi tahu saja," pungkasnya.

Konfirmasi Walhi

Saat dikonfirmasi, Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi pun membenarkan adanya penjualan daging-daging penyu tersebut.

Tepatnya yakni terjadi di daerah Bondo Kodi, Nusa Tenggara Timur.

"Saya sudah lakukan kroscek, kata tim di lapangan katanya di daerah Bondo Kodi, NTT," ujar Umbu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/11/2019).

Menurut dia, penjualan daging serta telur penyu, memang marak akhir-akhir ini.

Daging dan telur tersebut banyak dijual bebas di pasar, pasar mingguan, dan pedagang keliling.

Baca juga: Viral, Mata Seorang Anak Keluarkan Cairan Mirip Nanah karena Radiasi? Ini Penjelasannya

Penjualan daging, telur hingga daging penyu tersebut, imbuhnya terjadi lantaran minimnya pengetahuan masyarakat terkait hewan-hewan yang dikategorikan dalam perlindungan satwa. 

"Sebagaimana kita ketahui, jenis penyu yang banyak di NTT adalah penyu hijau, belimbing dan sisik. Dan jenis-jenis itu juga dilindungi oleh UU," kata Umbu.

Sebenarnya, pada tahun 2015 silam telah ada Surat Edaran dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang ditandatangani oleh Menteri Susi.

Dalam Surat Edaran No 526/Men-KP/VIII/2015 tersebut mengatur tentang pelaksanaan perlindungan penyu, telur, bagian tubuh, dan atau produk turunannya.

"Surat edaran ini mewajibkan semua daerah provinsi dan kab/kota untuk sosialisasi dan mengawasi serta melindungi penyu," jelas dia.

Namun sayangnya, sosialisasi terkait perlindungan satwa termasuk penyu masih minim.

"Kami kroscek di masyarakat nelayan dan pesisir, belum pernah ada pemberitahuan sosialisasi baik Undang Undang BKSDA dan peraturan perlindungan penyu," katanya lagi.

Baca juga: Viral Kucing Dicekoki Ciu, Kenapa Warganet Mudah Sekali Marah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com