Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Robert Na Endi Jaweng
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Kebiri Partisipasi Publik dalam Kebijakan Publik

Kompas.com - 03/11/2019, 18:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Akibatnya, banyak aturan inkonsisten, tumpang-tindih, inkonsisten dengan dan memiliki kualitas pengaturan rendah sehingga tidak efektif implementasinya.

Walhasil, kondisi ini tidak memberikan kepastian hukum dan kerangka kebijakan yang jelas, sehingga membingungkan masyarakat dan pelaku usaha.

Ada banyak contoh Perda bermasalah yang memicu persoalan dan protes. Beberapa tahun lalu, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memprotes Perda Pajak Restoran di Semarang dan daerah lainnya.

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah tahun 2016 juga mengeluarkan hasil kajian perda bermasalah terkait pajak, retribusi, ketenagakerjaan dan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan di Kota Surabaya (Jawa Timur), Kabupaten Pangkajene (Sulawesi Selatan), dan Cilegon (Banten).

Penolakan lain datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terhadap rekomendasi peraturan upah minimum regional Kabupaten Karawang (Jawa Barat). Yang terbaru, protes para pedagang pasar di Kota Bogor dan Kota Depok akibat Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang bermasalah.

Khusus Perda KTR, pemerintah daerah maupun DPRD acapkali hanya melakukan copy-paste sadur sederhana dari konten peraturan sejenis di daerah lain.

Padahal, Perda KTR suatu daerah yang menjadi acuan itu sudah bermasalah sejak awal. Di luar minimnya partisipasi publik, konten Perda KTR juga bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Bisa dibayangkan munculnya berbagai persoalan serius jika sebuah Perda KTR disadur mentah-mentah di wilayah lain.

Sebut saja, wilayah yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber pendapatan asli daerah atau tempat di mana banyak masyarakatnya yang mengandalkan mata pencaharian di sektor hasil tembakau.

Saat Perda KTR hasil contekan dari daerah lain disahkan, akan muncul permasalahan baru yang tidak mudah diselesaikan. Sebut saja, penurunan pendapatan daerah serta lonjakan angka pengangguran dan kemiskinan.

Belum lagi, gelombang protes dari masyarakat yang dirugikan karena tidak tahu-menahu.

Untuk regulasi pada level daerah yang mengatur cukup detail, bukan tidak mungkin kehadirannya tidak bisa diimplementasikan karena tumpul dan tidak sesuai dengan keadaan didaerah tersebut.

Pada titik ekstrem bahkan perangkat dan dinas yang seharusnya menjadi tumpuan pelaksanaan dan pengawasan mandul, akan terjadi.

Keterlibatan dan partisipasi publik dalam setiap penyusunan Perda mutlak diperlukan. Bukan hanya sebagai ajang sosialisasi saat produk hukum sudah final, melainkan juga penyerapan aspirasi dan pencarian jalan terbaik bagi semua pihak.

Mekanisme pembuatan kebijakan yang sesuai peraturan dan perundang- undangan implementasinya terancam karena proses yang eksklusif dan tidak partisipatif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com