Selain itu, Black Hawk merupakan helikopter multifungsi. Helikopter buatan Sikorsky Aircraft Corporation, Amerika Serikat, itu telah teruji dalam berbagai medan dan operasional.
Pengadaan Black Hawk merupakan kebijakan diversifikasi pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista). Dari sudut pembiayaan memang cukup fleksibel. Namun, mengandung kelemahan terkait masalah penguasaan teknologi dan perawatan.
Sistem pengelolaan perbatasan negara sebaiknya menekankan kawasan perbatasan dari aspek keamanan dan pendekatan kesejahteraan.
Paradigma di atas harus bisa mengintegrasikan tiga elemen dalam pranata ekonomi dan jejaring informasi pertahanan negara atau disebut e-defence.
Hal itu melibatkan secara proaktif masyarakat sipil perbatasan, pemerintah, dan pasar atau entitas ekonomi, baik di tingkat lokal maupun internasional.
Sudah banyak tangan yang diserahi tugas untuk mengelola wilayah perbatasan negara dengan anggaran yang cukup besar. Namun, semua belum efektif kinerjanya.
Eksistensi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) masih belum optimal. Mestinya BNPP bisa menjadi ujung tombak untuk mewujudkan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Wilayah perbatasan saat ini sangat rawan terhadap berbagai kejahatan sumber daya alam. Lemahnya pengelolaan wilayah perbatasan merupakan indikasi masih rapuhnya geopolitik saat ini.
Kerapuhan itu bisa menyebabkan martabat bangsa ini jatuh ke titik nadir hingga dilecehkan begitu saja oleh negara tetangga.
Betapa ironisnya negeri ini yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar, namun kurang mampu menjaga wilayah perbatasan.
Dari aspek geopolitik, mestinya berbagai macam batalion yang dimiliki oleh TNI markasnya ditempatkan di daerah-daerah perbatasan. Ironisnya, masih banyak batalion tempur yang berada di Pulau Jawa.
Dibutuhkan sistem pertahanan yang terintegrasi antarmatra pertahanan negara. Sistem itu semakin penting sejak pemerintah Amerika Serikat merumuskan doktrin beladiri preemtif (preemptive self defense) atau biasa disebut beladiri antisipatorik (anticipatory self defense).
Dalam konteks tersebut organisasi pertahanan suatu Negara harus memiliki backbone yang kuat agar bisa melakukan penetrasi dan komunikasi prima di sepanjang daerah perbatasan negara.
Persoalan pertahanan harus ditangani dengan solusi terkini yang mengarah kepada optimalisasi teknologi menuju integrated digitalized battlefield.
Selain itu, masalah ancaman disintegrasi bangsa dan radikalisme menjadi pekerjaan rumah selanjutnya.
Persoalan Papua, misalnya, yang tak kunjung masuk ke "garis finis", harus ditemukan titik kesepakatannya.
Jika semua pihak bersepakat bahwa para pihak yang merusak eksistensi Indonesia di Papua adalah bagian dari pemberontakan, maka ketegasan harus segera ditunjukan, demi harga diri dan martabat bangsa Indonesia.
Begitu pula dengan ancaman radikalisme. Kemenhan dan segenap otoritas terkait di bawah Istana harus segera bersepakat apa saja penampakan teknis dari radikalisme dan apa saja sumber-sumber penyulutnya. Lalu ditentukan pada titik mana bisa dilakukan deradikalisasi dan pada titik mana bisa ditempuh dengan langkah tegas pembasmian.
Semoga Menhan Prabowo Subianto bisa menunjukkan taringnya segera, untuk kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana seringkali beliau ungkapkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.