"Kritik dan perbedaan dianggap sebagai merusak usaha, visi dan kemapanan kerja yang ada," kata Drajat.
Drajat mengatakan, jika tidak berhati-hati, kondisi itu bisa menjadi cikal bakal otoritarianesme.
Meski demikian, Drajat menganggap simbol yang ditunjukkan Jokowi dalam penunjukan menteri pada Rabu (23/10/2019) hanya untuk membangun citra dan persepsi publik.
Sebuah citra yang menonjolkan semangat pemerintah untuk kerja cerdas, tidak hanya kerja keras.
"Tapi kita bisa lihat sejauh mana keberpihakan pada rakyatnya," kata Drajat.
Sementara itu, saat dihubungi secara terpisah, Kamis, Pengamat Komunikasi Politik Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio menilai, perbedaan cara perkenalan menteri tersebut karena Presiden Joko Widodo tidak suka dengan segala rutinitas.
"Ini masalah kebiasaan Pak jokowi aja yang tidak suka dengan rutinitas dan hal-hal yang sama, makanya dia selalu mengubah itu," kata Hendri kepada Kompas.com, Kamis (24/10/2019).
Baca juga: Media Internasional Soroti Prabowo Subianto dalam Kabinet Jokowi
Ia menilai, selama ini, Jokowi selalu menjadi pioner untuk berbagai hal, termasuk caranya berkomunikasi.
"Yang duduk di tangga itu juga kan pertama kali. Makanya dia style-nya begitu, tidak suka rutinitas, suka sesuatu yg baru dan pertama," kata Hendri.
Hendri menyebutkan, bukti lain Jokowi menyukai hal-hal baru adalah dipilihnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
"Ditaruh di situ anak muda 35 tahun, enggak pernah sekolah di Indonesia, jadi Menteri Pendidikan," papar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : Infografik: Susunan https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.