Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Kursi Menteri Jadi Rebutan Partai Politik...

Kompas.com - 15/10/2019, 12:10 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pembicaraan mengenai jatah kursi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin mulai menghangat jelang berakhirnya pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Jokowi pernah menyebutkan kriteria yang diinginkan dari nama-nama yang dicalonkan sebagai menteri adalah anak muda yang memiliki jiwa kepemimpinan, pekerja keras, memiliki kapasitas untuk menjalankan program pemerintah dan berintegritas.

Kabar terbaru, beredar luas surat berisi susunan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin di media sosial.

Namun staf khusus Presiden bidang Komunikasi Adita Irawati mengatakan edaran tersebut sebagai hoaks.

Diberitakan Kompas.com (9/08/2019), sejumlah partai pun terang-terangan meminta jatah kursi.

Menanggapi hal itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi mengatakan, selain faktor prestise dan publikasi, partai politik ramai-ramai mengejar jatah menteri untuk meraih pundi-pundi uang. Pasalnya saat ini partai politik menghadapi problem pendanaan untuk menjalankan organisasi dan mesin partai.

"Iuran anggota tidak jalan, dan partai mencoba menggali dana dari anggota yang di parlemen hingga pusat maupun daerah," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (15/10/2019).

Namun, itu saja imbuhnya tidak mencukupi. Maka partai dan politisi dari partai tersebut memasuki wilayah abu-abu dengan melihat kemungkinan memasuki anggaran kementerian.

"Ini wilayah abu-abu, tapi kementerian selalu mengelola anggaran," jelas dia.

Lebih lanjut, portofolio kementerian juga memberikan panggung bagi partai untuk tampil di publik.

"Insentifnya bukan finansial tapi politik," terang pria yang akrab disapa dengan Dodi ini.

Baca juga: KPK Tak Dilibatkan Jokowi dalam Pemilihan Menteri, Kenapa?

Meraih kekuasaan

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI Aditya Perdana mengatakan pendirian sebuah partai politik tidak jauh dari dua hal yakni meraih kekuasaan dan ingin menjadi bagian dari kekuasaan.

"Jadi orientasi mereka jelas, kalaupun mereka berhasil mendapatkan itu (kekuasaan), maka kesempatan buat mereka menjalankan program yang sudah mereka susun berdasarkan ideologi, berdasarkan tujuan yang mereka inginkan, itu akan mudah sekali dilakukan," ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (15/10/2019).

Pada konteks yang lain, menurut dia, partai politik (parpol) juga harus 'bertahan hidup'. Artinya apabila mereka ingin menang dalam lima tahun ke depan, maka parpol harus bisa menjaga pandangan dan sikap politiknya.

"Yang paling efektif dan efisien adalah dengan cara masuk ke dalam pemerintahan, kalau di luar pemerintahan, dia (parpol) akan repot," papar dia.

Di sisi lain, banyak orang yang skeptis terhadap para politisi karena persoalan uang.

"Jadi kalau menjadi bagian dari pemerintahan misalkan ada program pemerintah, mereka akan dapat proyek. Proyek-proyek itu ya untuk kepentingan para politisi, ataupun di lingkaran para politisi tersebut, dan itu yang menghidupkan mereka," imbuh dia.

"Jadi masuk akal menurut saya kenapa parpol berburu jabatan menteri, berburu jabatan-jabatan politik," lanjut dia.

Menurutnya, persolan prestise itu tergantung dari seberapa besar usaha mereka dalam bekerja.

Misalkan, kerjanya positif dan direspons baik oleh publik, dan kemudian di daerah pemilihannya dan di konstituennya menganggap positif, maka citra partainya relatif akan baik.

Namun, bila kebalikannya, yang terjadi akan dipandang buruk, apalagi bila ada politisi dari partai tersebut yang terjerat korupsi.

"Jadi tergantung performance dari partai tersebut, tidak bisa digeneralisir," tutup dia.

Baca juga: Jumat Keramat Menteri Jokowi, dari Idrus Marham hingga Imam Nahrawi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com