Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecanduan Media Sosial, Saat Waktu Habis untuk Main Facebook, Instagram, dan Twitter...

Kompas.com - 13/10/2019, 21:01 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sumber Life Wire

Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mereka melakukan eksperimen yang mencatat kadar ketagihan dari ratusan orang selama beberapa minggu.

Dari eksperimen tersebut, ditarik kesimpulan bahwa kecanduan media sosial menduduki peringkat teratas daripada kecanduan rokok dan alkohol.

Sementara, peneliti di Universitas Harvard menghubungkan orang-orang dengan mesin MRI fungsional untuk memindai otak para pecandu media sosial dan melihat apa yang terjadi saat mereka berbicara tentang diri mereka sendiri.

Tindakan ini merupakan bagian terpenting dari apa yang dilakukan orang di media sosial.

Hasilnya, para peneliti ini menemukan bahwa komunikasi pengungkapan diri dapat merangsang pusat kesenangan otak, seperti halnya seks dan makanan.

Sejumlah dokter juga mengamati gejala kecemasan, depresi, dan beberapa gangguan psikologis pada seseorang yang menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial.

Namun, hanya sedikit bukti yang mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial atau internet yang menyebabkan gejala tersebut.

Riset lainnya, seorang peneliti dari Massachusetts Institute of Technology, Sherry Turkle, telah menulis secara mendalam tentang dampak media sosial terhadap hubungan.

Kesimpulannya, Turkle berpandangan, media sosial sebenarnya melemahkan ikatan manusia.

Tak hanya itu, dalam bukunya "Alone Together: Why We Expect More fom Technology and Less from Each Other", Turkle mencatat beberapa dampak negatif yang terus-menerus dihubungkan dengan teknologi.

Secara paradoks dinilai dapat membuat seseorang merasa lebih kesepian.

Namun, peneliti lain telah menyimpulkan bahwa jejaring sosial dapat membuat orang merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri dan lebih terhubung dengan masyarakat.

Gangguan kecanduan internet

Beberapa orang menganggap, penggunaan media sosial secara berlebih hanyalah bentuk terbaru dari gangguan kecanduan internet.

Hal ini berawal dari, sebuah fenomena yang pertama kali ditulis seseorang pada 1990-an, ketika penggunaan internet yang berlebih dapat mengganggu kinerja seseorang di tempat kerja, di sekolah, bahkan dalam hubungan keluarga.

Hingga saat ini, masih belum ada kesepakatan bahwa penggunaan berlebih dari layanan internet atau jejaring sosial bersifat patologis atau dianggap sebagai gangguan medis.

Beberapa orang telah meminta American Psycological Association (APA) untuk menambahkan kecanduan internet pada buku pedoman kesehatan resmi tentang kelainan medis.

Tetapi, pihak APA sejauh ini menolaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei Hari Libur Apa?

Tanggal 1 Mei Hari Libur Apa?

Tren
Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Sempat Diteriaki Warga tapi Tak Menggubris, Kakek Berusia 61 Tahun Tertabrak KA di Sragen

Tren
Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Perpanjang Pajak STNK Harus Bawa KTP Asli Pemilik Kendaraan, Bagaimana jika Sudah Meninggal?

Tren
Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Air Kelapa Muda Vs Air Kelapa Tua Sehat Mana? Ini Beda dan Manfaatnya

Tren
Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tren
3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

Tren
Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Tren
Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Tren
5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

Tren
[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

Tren
Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Tren
10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

Tren
Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Tren
Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com