DPR mengusulkan adanya RUU Pengampunan Nasional.
Di dalam draf RUU tersebut, yang dimaksud dengan Pengampunan Nasional adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi dan sanksi pidana di bidang perpajakan.
Baca juga: Formappi Sebut Kinerja DPR Tak Bertumpu pada Sosok Ketua
Selain itu, Pengampunan Nasional juga ditujukan untuk mengampuni sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.
Adapun besaran tarif uang tebusan berkisar antara tiga sampai delapan persen.
Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dinilai diwarnai kepentingan politis.
Bahkan, dalam kurun waktu lima tahun saja, UU MD3 direvisi sebanyak tiga kali.
Revisi pertama disahkan 5 Desember 2014, revisi kedua 12 Februari 2018, dan terakhir 16 September 2019.
Tiga kali revisi tersebut berisi tentang mengubah aturan soal jumlah kursi pimpinan MPR. Pada awalnya, kursi pimpinan MPR berjumlah lima, lalu berubah menjadi delapan.
Baca juga: Formappi Prediksi Kinerja DPR 2019-2024 Tak Beda dengan Periode Sebelumnya
Kemudian, kursi pimpinan terakhir bertambah menjadi 10 orang yang terdiri dari satu ketua dan sembilan wakil ketua.
Hal ini dilakukan guna mengakomodasi agar setiap fraksi di DPR mendapat jatah pimpinan.
Komisi III DPR secara bulat tanpa debat berkepanjangan langsung menetapkan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Penetapan ini dilakukan di tengah kritik dan kontroversi. Bahkan keputusan penetapan ini dilakukan saat dini hari.
Sejak namanya mencuat sebagai salah satu calon pimpinan KPK, sejumlah pihak mulai mengkritik rekam jejaknya yang dianggap kontroversi.
Langkahnya mendapat sorotan dari pegawai KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Capim KPK.
Baca juga: Kembali Dihuni Wajah-wajah Lama, Peningkatan Kinerja DPR Dinilai Sulit Terjadi
Penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
Selain itu, Firli terungkap terjerat dugaan pelanggaran kode etik.
Awalnya, isu yang mengerucut dalam pelanggaran kode etik ini adalah menyangkut pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).
Pertemuan itu dianggap bermasalah, lantaran saat itu KPK berupaya melakukan penyelidikan dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Sumber: Kompas.com (Yoga Sukmana, Rakhmat Nur Hakim, Fitria Chusna Farisa, Christoforus Ristianto, Ihsanuddin, Kristian Erdianto, Dani Prabowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.