Ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Sebelum melanjutkan membaca silakan baca serial pertama, kedua, dan ketiga.
___________________
KOMPAS.com - Tiga dekade lalu, istilah "tempat jin buang anak" kerap dilontarkan untuk menggambarkan tempat yang jauh dan terpencil.
Para pekerja Jakarta, misalnya, mengategorikan pinggiran Jakarta seperti Depok atau Ciledug, Tangerang sebagai tempat jin buang anak.
Dulu, para pekerja Jakarta dengan gaji yang tak seberapa hanya mampu beli rumah yang mepet dengan Jakarta.
Kini, anak-anak mereka beruntung jika mampu membeli properti di area yang sama.
Lokasi "tempat jin buang anak" bergeser makin jauh dari Jakarta.
Para pekerja saat ini, yang sebagian besar tergolong generasi milenial atau mereka yang lahir pada 1981-1996, terancam tak akan bisa membeli rumah dekat tempat kerja mereka.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memperkirakan 81 juta orang dari generasi milenial belum memiliki hunian sendiri.
Besarnya penghasilan tak mampu mengejar harga properti yang terus naik. Jurang kemampuan membeli rumah semakin lebar.
"Milenial ini kelas yang kompleks. Mereka agak kesulitan beli rumah," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda kepada Kompas.com, Selasa (10/9/2019).
Ali menyebut di Jakarta, gaji rata-rata milenial sekitar Rp 7,5 juta. Dengan prinsip pengeluaran untuk rumah tak bisa melebihi 30 persen gaji, maka besar uang yang bisa dikeluarkan per bulan untuk mencicil rumah sekitar Rp 2,5 juta.
Rumah dengan cicilan Rp 2,5 juta itu harganya sekitar Rp 300 jutaan. Tak ada rumah tapak di Jakarta atau sekitarnya dengan harga itu.
"Kemugkinan apartemen, tapi apartemen yang harga Rp 300 juta udah hampir enggak ada. Ini kan dilema milenial," ujar Ali.
Lihat saja harga rumah di lokasi yang tiga dekade lalu tergolong "tempat jin buang anak".
Di BSD, Tangerang Selatan; Ciledug, Tangerang; Depok; Bekasi, harga rumah atau tanah sudah mencapai miliaran. Rumah baru, paling murah, Rp 700 jutaan.