JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi massa di sejumlah daerah terjadi sejak awal pekan, Senin (23/9/2019) hingga Rabu (25/9/2019) kemarin.
Massa menuntut Presiden Joko Widodo membatalkan UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versi revisi dan penundaan pembahasan sejumlah RUU lainnya.
Penundaan pembahasan 4 RUU sudah dipenuhi, tetapi mengenai UU KPK, Presiden Jokowi tak akan mencabutnya.
Aksi masih terus terjadi, dan ratusan orang menjadi korban luka dari sejumlah wilayah, seperti Jakarta, Bandung, Sumatera Selatan, hingga Sulawesi Selatan.
Hingga kemarin, komunikasi yang dilakukan pemerintah merespons situasi terkini dilakukan oleh para menteri.
Baca juga: Jokowi Diminta Segera Bersikap untuk Padamkan Gejolak Protes Mahasiswa
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Kuskridho Ambardi mengatakan, meskipun situasi dan isu yang berkembang bisa ditangani oleh menteri terkait, tetapi mengenai perkembangan yang terjadi, Presiden Jokowi dinilainya harus memberikan respons langsung.
"Saya kira kalau dari kewenangan, isu, dan situasi ini bisa ditangani oleh Menko Polhukam dan Kepala KSP. Tapi, perkembangan situasi mutakhir nampaknya menuntut respons langsung Presiden," ujar Kuskridho Ambardi, yang biasa disapa Dodi, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/9/2019).
"Karena, dalam banyak protes itu merujuk pada Presiden. Sehingga, jika Presiden tidak meresponsnya secara langsung, justru akan menjauhkannya dari peluang merebut simpati," ujar Dodi.
"Apalagi jika cara berkomunikasi Menko Polkam dan Kepala KSP kurang empati," kata dia.
Baca juga: Alissa Wahid: Sebagian Demonstran Pendukung Jokowi, Presiden Harus Lebih Peka
Dodi menilai, apa yang dilakukan Ketua DPR Bambang Soesatyo dengan menjenguk korban demontrasi lebih simpatik, terlepas dari ada intensi politik di baliknya.
Aksi yang dilakukan mahasiswa, pelajar, dan elemen masyarakat lainnya tak hanya mengarah kepada tuntutan Presiden untuk membatalkan UU KPK, tetapi juga menyoroti kinerja DPR.
Sementara, suara partai merespons serangkaian aksi ini juga tak banyak terdengar.
Menurut Dodi, partai memilih tak banyak berbicara karena "bola panas" saat ini ada di tangan Presiden.
Sebab, Presiden palang terakhir untuk menunda UU, atau yang berhak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait UU KPK.