Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Udara di Pekanbaru Masih Tak Sehat, Ini Imbauan BNPB

Kompas.com - 15/09/2019, 10:32 WIB
Mela Arnani,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kondisi udara di wilayah Pekanbaru masih terpantau tidak sehat pada Minggu (15/9/2019) pagi. Hal ini diketahui dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Agus Wibowo yang saat ini berada di wilayah Pekanbaru mengatakan, pagi ini masih teramati kabut tipis akibat asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Secara umum bisa dikatakan bahwa di Riau memang tidak terdeteksi hotspot oleh satelit, tapi hasil laporan satgas kemarin sore bahwa masih ada titik api yang belum padam dan mengeluarkan asap sehingga kondisi masih berasap," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (15/9/2019).

Agus menjelaskan, asap di Riau merupakan dampak dari karhutla di Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau.

"Asap dari Sumatera Selatan dan Jambi mengarah ke Riau dan Sumbar," ujar Agus.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Bidang Humas BNPB Rima Rosita menyarankan, masyarakat yang berada di wilayah terdampak karhutla untuk meminimalisir kegiatan di luar rumah jika memang tak ada acara yang penting.

"Dianjurkan untuk memakai masker. Masker jangan hanya mengandalkan sapu tangan. Tapi memang masker yang dijual di apotek (masker kesehatan). Kalau masker kotor, cepat diganti," kata Rima.

Sementara itu, masyarakat diminta menekan akses asap dengan menutup jendela rumah agar asap tak masuk ke dalam.

"Terus di rumah menutup jendela, mengurangi supaya akses asap tidak masuk ke rumah. Jadi tutup saja. Dan untuk menghidupkan kipas angin, agar asap berputar (mengurai asap agar tak berkonsentrasi di dalam rumah)," tutur Rima.

Baca juga: Riau Dikepung Kabut Asap, Greenpeace: Ini Indikasi Kegagalan Pemerintah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com