Selain itu, dapat juga dibaca dampak Internet Shutdown dalam media lokal di Papua.
Harian Cendrawasih Pos pada 26 Agustus 2019, menulis artikel “Gangguan Internet, 125 Paket Terancam Tidak Bisa Diakses Tepat Waktu”.
Disebut untuk Provinsi Papua ada 125 paket pekerjaan yang tidak bisa diakses tepat waktu akibat adanya pembatasan akses internet.
Akibatnya, sekitar Rp 700 miliar terpaksa tertunda dalam proses maupun penyerapan anggaran. Kepala BPLBJ Papua meminta pemerintah pusat bisa lebih bijak dalam menerapkan pembatasan internet, terutama agar pelayanan publik mendapat akses khusus.
Pada 28 Agustus 2019, harian ini juga menulis artikel “SGJ Ancam Demo Turunkan Ribuan Driver Gojek” berisi kedatangan perwakilan dari 1.500 pengemudi ojek online di kota Jayapura yang mengeluh kehilangan mata pencaharian selama Internet Shutdown.
Organisasi SAFEnet lewat anggota yang berada di kota Jayapura menerima informasi tentang tidak berfungsinya sebagian mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kesulitan mahasiswa untuk mendaftarkan dan mengisi rencana studi di kampus, tidak bisa diaksesnya pelayanan publik BPJS sehingga harus membayar tunai di Rumah Sakit.
Juga berhentinya laporan berita pada kurun 26-28 Agustus 2019 dari sindikasi media online di Papua. Hingga hari ini, SAFEnet masih mengumpulkan apa saja kerugian langsung yang dialami warga Indonesia saat terjadi Internet Shutdown.
Tindakan Internet Shutdown di Indonesia jelas tidak proporsional, mengabaikan Hak Digital, memperdaya hukum, dan menanggalkan prinsip Good Governance.
Pasal 19 Deklarasi Universal HAM dan Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dan tercantum dalam UU Nomer 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, mengatur secara jelas pelindungan terhadap hak warga negara mengakses informasi.
Sekalipun hak tersebut merupakan hak yang dapat dibatasi (derogable rights), akan tetapi pembatasannya pun sudah jelas tercantum dalam pasal 19 (3):
Pelaksanaan hak-hak yang diatur dalam ayat 2 pasal ini disertai dengan tugas dan tanggung jawab khusus. Karena itu mungkin tunduk pada batasan tertentu, tetapi ini hanya akan seperti yang disediakan oleh hukum dan diperlukan:
(a) Untuk menghormati hak atau reputasi orang lain;
(b) Untuk perlindungan keamanan nasional atau ketertiban, atau kesehatan masyarakat atau moral.
Persyaratan ketat mengenai adanya aturan hukum, azas keperluan, juga pada hal apa pembatasan ini dapat dilakukan, sepertinya diabaikan.
Hak Digital yang merupakan implementasi hak asasi di wilayah digital, disebutkan secara khusus dalam Komentar Umum PBB tahun 2011 secara spesifik mengatakan upaya pembatasan akses internet tidak dapat dibenarkan dan termasuk pelanggaran hak asasi manusia.