Yerie, menyampaikan dalam narasi karyanya bahwa ada yang tersirat dari lukisannya sekaligus perhatian personalnya terhadap ancaman kebakaran hutan, jantung utama kehidupan Dayak.
Tato-tato itu seakan jeritan histeris, masih mampukah komunitas Dayak Iban berani menghadapi ancaman perusakan hutan dari tangan-tangan pemilik modal besar?
Secara keseluruhan, di Zonasi Peradaban Tua ini, seniman-seniman masih konsisten memilih narasi-narasi tua, sejarah, konsep-konsep kosmologis, objek dan penanda tradisi yang ditawarkan kerangka kuratorial, yang sekalipun jarak visual, secara tegas tak begitu menampak dalam kehidupan keseharian, nilai-nilai masih tetap terasa di jantung Sungai Mahakam dan Kota Samarinda, sebagai pusat pameran nantinya di Big Mall.
Sementara itu, penulis sempat mewancarai Restu Gunawan, Direktur Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, sebagai penanggung jawab acara. Ia mengatakan, “Penyelenggaraan pameran kali ini dihelat di mal, sebuah pameran besar seni rupa di Samarinda, yang merupakan upaya mendekatkan diri pada publik umum. Sarana melepas jarak antara seni dan apresiannya.”
Restu menambahkan, jika pergelaran ini menguatkan juga dalam dua hal, yakni pergelaran mengundang seniman serumpun di Kalimantan menyoal etnik di Serawak, Malaysia dan Brunei, sebagai diplomasi budaya antar negeri.
Juga inti dari Zonasi Peradaban Tua mengingatkan bahwa jantung utama masyarakat Kalimantan adalah sungai, hutan dan segala ikhwal tentang yang hidup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.